Cerita Ramadhanku Bersama Keluarga

CERITA RAMADHANKU BERSAMA KELUARGA

 

Ramadhan yang penuh kemuliaan di tahun ini akan segera berakhir, 10 hari lagi menuju hari kemenangan, hari raya Idul Fitri. Selalu berbeda dari tahun ke tahun, dua tahun yang lalu aku masih merasakan nikmatnya sahur dan berbuka di Bulan Suci Ramadhan bersama seluruh anggota keluarga yang berkumpul tak kurang satupun, namun di tahun selanjutnya di satu sisi kami menyambut suka cita Ramadhan di sisi lain kami berduka yang sedalam-dalamnya, aku melewati bulan mulia itu tanpa Almarhumah Simbok (semoga dalam surganya allah).

Tahun ini terasa semakin berat karena aku harus menghabiskan 19 hari Ramadhan di kontrakan karena ada kegiatan di kampus yang masih ingin kuikuti, Saat aku kembali ke rumah aku semakin merindukan suasana ramadhan terdahulu, ditambah lagi Ayah, Ibu, dan adik perempuanku menjalani ramadhan di Liwa dan baru pulang H-4 Idul Fitri.

Sungguh terasa sepi saat sahur dan berbuka ramadhan tahun ini Ya Allah, aku rindu seluruh keluarga dapat berkumpul seperti dulu, aku rindu semuanya Ya Allah.

Sebelum ramadhan tiba, aku hanya bisa membayangkan betapa indahnya menjalani ibadah bulan mulia tahun ini bersama anggota keluarga yang berkumpul lengkap, sahur bersama-sama dengan canda tawa (teringat saat ayah dan ibu kewalahan membangunkanku), sampai berebut takjil berbuka dengan saudara-saudari, shalat berjamaah, dan berangkat shalat tarawih di masjid bersama-sama.

Aku mencoba menuliskan sedikit yang aku rasakan pada ramadhan tahun ini, di atas cerita ramadhanku yang pernah kutuliskan sebelumnya.

Sabtu, 27 September 2014 pukul 23.35

Kuhidupkan notebook dan membuka satu demi satu file-file yang tersimpan, kubuka folder musik dan play. Lagu yang terpilih memang banyak, namun yang benar-benar kudengar hanya beberapa saja dan tak jarang aku mengulang lagu yang memang saat itu juga terdengar nyaman di telinga.

Semakin aku mengingat moment-moment itu, semakin aku merasa kembali ke masa itu dan ketika tersadar bahwa aku sedang berada di masa kini, masa yang jauh berbeda dengan dulu, aku mulai meneteskan air mata. Air mata bahagia akan kebersamaan keluarga kami kala itu yang hampir dirasa sempurna namun kini menjadi air mata kesedihan karena satu bagian dari kami telah pergi untuk selamanya.

Air mataku terus menetes dan kurasa nafasku semakin sesak tak mampu lagi kutahan kesedihan ini ketika aku sampai pada beberapa foto yang menunjukan moment bahagia pada Hari Raya Lebaran. 2 tahun yang lalu tepatnya Ayah, Ibu, Aku, dan kedua saudara perempuanku merayakan hari lebaran di kediaman orang tua Ayah, di hari raya pertama moment mengunjungi rumah nenek adalah yang utama.

Aku masih ingat dengan jelas saat itu sejak dari rumah aku sudah sibuk meminta kepada Ayah dan Ibu untuk tidak lupa kalau nanti harus ada sesi foto di rumah simbok, sapaan untuk nenek sejak kecil. Aku sangat suka mengabadikan setiap moment apalagi ini moment yang sangat istimewa sekali, moment hari raya bagi keluarga kami dan tentunya seluruh keluarga muslim di seluruh dunia sangat bahagia menyambut hari kemenangan ini.

Sesampainya di rumah simbok, satu per satu dari kami sungkem menundukan kepala di pangkuan- kepada Simbok dan memohon maaf atas segala kesalahan sekaligus mengucapkan Selamat berbahagia di Hari Raya Lebaran. Tangis haru serta bahagia menyelimuti suasana di ruang utama yang dihiasi dengan toples-toples yang berisi kue-kue khas lebaran di atas meja bergambar pohon warna biru dan abu-abu.

Tiba saatnya menyudahi tangis haru dan aku bergegas mengambil ponselku untuk berfoto bersama. Kami saling berfoto bergantian dan moment itu paling membahagiakan. Hal sederhana yang membuat kami bersuka cita dengan kebersamaan yang ada semua terasa lengkap di hari raya itu.

Namun, kebersamaan di masa dulu tidak berarti terus menerus hingga masa sekarang. Manusia ditakdirkan untuk datang dan pergi sesuai kehendak Allah SWT. Pada Bulan Ramadhan lalu tepatnya tanggal 29 Juni 2014, kami merasakan duka yang mendalam karena harus kehilangan sosok Simbok yang kami sayangi. Aku terdiam lama ketika melihat Simbok dibaringkan di atas tempat tidur kesayangan beliau, aku mencoba memanggil manggil namanya berharap agar dia menjawab dan memelukku saat itu juga namun, Simbok tetap terdiam dan hanya melukiskan senyum di hadapanku tanpa berisyarat sedikitpun.

Nafasku mulai sesak dan terpecahlah tangisku. kugenggam tangan Simbok, kucium kening beliau, dan terus kupandangi raut wajah beliau yang terpancar damai. Aku mulai sadar senyum itu adalah senyum yang terakhir, aku tidak akan pernah melihatnya lagi di dunia ini, Simbok telah pergi untuk selamanya Simbok telah dipanggil oleh yang maha kuasa. Simbok dipanggil untuk segera menempati surga yang telah Allah sediakan untuknya.

Perlahan aku mulai ikhlas dan rela melepaskan simbok untuk kembali kepangkuan Allah dengan segala kasih sayangnya yang melebihi kasih sayang kami selama masa hidupnya.

Aku yakin ini adalah keputusan Allah untuk melindungimu lebih dari apapun, Allah pasti sangat menyayangimu hingga tidak seorangpun bisa lagi menyakitimu karena sekarang Simbok telah bahagia di sisi Allah. Aku sayang Simbok, semoga Allah mengijinkan kita berjumpa lagi. sampai jumpa di Surga Allah. Aamiin.

Jika momen yang terekam itu adalah momen bahagia, lalu kenapa aku malah bersedih saat melihatnya sekarang?

Karena, momen bahagia itu kini hanya tinggal sebagai kenangan dan satu per satu dari kami harus merasakan kehilangan itu.Semoga pada Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini Allah SWT akan menjadikan semua lebih baik lagi dan menghadirkan suasana kebahagiaan yang lebih berkah.

 

Sumber :

https://www.rctiplus.com/news/detail/otomotif/3570042/5-contoh-cerpen-tentang-ramadhan-yang-singkat-dan-menarik