Rumpun Austronesia dan berakhirnya istilah penyebutan Rumpun Melayu

Pencetus konsep ras Melayu atau rumpun Melayu adalah Johann Friedrich Blumenbach (1752–1840), seorang dokter sekaligus antropolog asal Jerman. Blumenbach menggolongkan rumpun Melayu ke dalam kelompok bangsa berkulit sawo matang. Ia menggunakan anatomi komparatif untuk mengklasifikasikan ras manusia menjadi lima kategori:
1. Ras Kaukasoid berkulit putih.
3. Ras Melayu berkulit sawo matang.
4. Ras Etiopia berkulit hitam.
5. Ras Amerika berkulit merah.
Namun, konsep ras menurut Blumenbach telah dibantah oleh para ahli, salah satunya pakar genetika asal Italia, Luigi Luca Cavalli-Sforza. Cavalli-Sforza membuktikan bahwa membagi manusia ke dalam kategori "ras" adalah usaha yang sia-sia. Dari segi biologi, istilah seperti "ras" atau "rumpun Melayu" tidak lagi dianggap relevan, karena fenotipe seseorang ditentukan hanya oleh sejumlah kecil gen. Secara biologis, hanya ada satu ras manusia, yaitu Homo sapiens.
Blumenbach bukanlah seorang peneliti lapangan langsung seperti Alfred Russel Wallace dengan teori seleksi alamnya. Blumenbach memperoleh informasi mengenai etnis Melayu dari jurnal-jurnal yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles saat Inggris menguasai Semenanjung Malaysia. Raffles meneliti struktur sosial etnis Melayu di Semenanjung Malaya dan mendapati bahwa etnis Melayu juga ada di pesisir Sumatra, tepatnya di sekitar Jambi dan Bengkulu. Berdasarkan penelitian ini, Raffles menarik kesimpulan bahwa Melayu bukanlah sebuah etnis, melainkan sebuah "ras" atau "rumpun." Informasi ini segera menyebar ke Eropa.
Blumenbach menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan konsep ras yang meliputi semua etnis di wilayah kepulauan Asia Tenggara, dari Madagaskar hingga Pasifik, yang semuanya dimasukkan dalam "rumpun Melayu." Blumenbach berpendapat bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut, secara antropologi (baik budaya maupun bahasa), memiliki kesamaan dengan masyarakat Melayu yang hidup di pesisir Sumatra dan Semenanjung.
Namun, klaim Blumenbach ini banyak dibantah oleh para ahli lain. Mereka berpendapat bahwa ruang lingkup antropologi Melayu hanya terbatas di sekitar Semenanjung dan pesisir Sumatra, dan bahwa istilah "Melayu" tidak dapat digunakan sebagai "rumpun/ras" untuk merangkum masyarakat yang mendiami seluruh wilayah tersebut. Beberapa ahli, seperti Georges Cuvier, Julien Joseph Virey, dan René Lesson, membuat klasifikasi berdasarkan konsep yang mereka kembangkan sendiri, seperti rumpun Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia.
Pada tahun 1899, ahli bahasa dan antropologi Austria, Wilhelm Schmidt, memperkenalkan istilah "rumpun Austronesia." Istilah ini berasal dari bahasa Latin yang berarti orang-orang dari kepulauan selatan. Schmidt memperkenalkan istilah ini untuk menggantikan berbagai istilah antropologi yang mencakup masyarakat Asia Tenggara dan Pasifik, seperti Melayu, Melanesia,
Polinesia, dan Mikronesia, yang dianggap sudah tidak relevan lagi.
Sejak pertama kali dicetuskan, konsep rasial "rumpun Melayu" tidak pernah diterima secara umum. Hingga saat ini, konsep tersebut telah ditiadakan dalam dunia akademis. Dalam literatur akademis ilmiah terkini, istilah "rumpun Austronesia" tidak hanya merujuk pada bahasa, tetapi juga pada masyarakat penutur bahasa tersebut serta wilayah geografis yang mereka diami.