Cahaya Kerinduan Rose
Cerpen Karangan: Dhanwantari
Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Ramadhan
Lolos moderasi pada: 11 June 2021
Seperti mawar yang begitu anggun dengan mahkotanya yang berwarna merah, seperti mawar yang kuat dengan banyaknya duri disekujur tubuhnya, dan seperti mawar yang harumnya begitu memabukkan bagi siapapun yang menciumnya. Rose, begitu para lelaki hidung belang itu memanggilnya. Bibir merah merekah bak mahkota mawar, membuat siapapun yang menciumnya akan jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Kakinya panjang, badannya tinggi semampai dengan kulit putih dan rambut hitam panjang terurai. Begitu sempurna ciptaan tuhan yang satu ini. Sepasang netranya yang tajam dengan bulu mata lentik tersapu make up tipis semakin membuat penampilannya begitu dinanti-nanti. Ya, sebagai wanita yang banyak disebut orang sebagai kupu-kupu malam, Rose menghabiskan sepertiga malamnya untuk menggaet duda-duda tampan ataupun pejabat-pejabat beristri yang rela menyerahkan isi kantong mereka hanya untuk bisa sekedar menghabiskan malam dengannya.
3 tahun sudah Rose mengabdikan dirinya pada setan-setan yang selalu berhasil membujuknya untuk kembali ke pangkuan kegelapan. Mengejar kenikmatan duniawi yang sebenarnya hanya sementara. Hidup sendiri di Ibu Kota, menjadi salah satu alasan Rose untuk memasuki dunia gelap itu, berbekal tawaran dari salah satu teman yang mengenalkannya pada sosok Mami Jenny, Rosepun memberikan harta paling berharga yang dimilikinya pada seorang duda kaya pemilik perusahaan ternama. Tak main-main, dibayaran pertamanya, Rose mampu menyewa salah satu rumah yang cukup untuk ia tinggali sendiri, dan kini, nama Rose telah menjadi satu nama yang paling dielu-elukan di dunia itu. Nama yang paling dicari oleh para penyewa yang akan dengan sukarela membayarnya dengan harga tinggi, hingga kini Rose memiliki segalanya. Rumah, mobil, tanah, hidup mewah dan tentu saja popularitas.
Namun siapa sangka, di tahun ketiganya ia berada di dunia malam itu, Rose selalu bertanya-tanya. Selalu ada yang membuatnya merasa gelisah, merasa seperti ada yang ia lupakan. Rose seperti mencari-cari sesuatu yang dapat memuaskan hatinya. Awalnya, ia coba abaikan segala perasaan itu, namun hari demi hari berlalu, perasaan itu semakin membuncah dalam dadanya. Seperti akan membentuk sebuah bom yang siap untuk meledak. Rose pikir dengan melayani para hidung belang itu, ia akan lupa, namun nyatanya tidak, ia merindukan sesuatu. Sesuatu yang abstrak dan tidak terdefinisi.
Puncaknya dimalam itu, dibawah sinarnya cahaya rembulan, dimana seharusnya ia melayani seorang penyewa yang telah memesannya lewat sang mami, Rose pergi. Tanpa berpamitan pada sesama rekan seprofesinya bahkan tanpa takut namanya akan tercoreng karena ketidakprofesionalitasannya. Bahkan teriakan-teriakan dari orang-orang di bar yang menanyakan kemana ia pergi, ia acuhkan begitu saja. Rose sendiri pun tidak tahu, kemana ia akan pergi. Ia hanya mengikuti kemana langkah kakinya itu akan membawanya. Berjalan di sepanjang trotoar yang begitu sunyi, pikirannya melayang. Hati kecilnya meronta-ronta seperti memanggil sebuah nama, namun lagi-lagi, Rose tidak tahu.
Rose terus berjalan dan berjalan, melewati beberapa warung makan yang tidak terlalu ramai, wajar saja, ini sudah pukul setengah 3 pagi, pikir Rose. Berjalan dan terus berjalan, Rose pun melewati sebuah kucingan yang sepertinya lebih ramai pembeli dibanding warung makan tadi, tentu saja, isinya kebanyakan para preman-preman yang berjaga di sekitar pasar karena tak jauh dari tempatnya berdiri, ada sebuah pasar tradisional yang cukup besar. Rose terus berjalan, melewati kucingan itu lalu melewati pasar. Berjalan lurus kedepan hingga kedua kakinya berhenti kala sepasang netra indahnya menangkap sebuah siluet dari arah seberang.
Sebuah bangunan dengan cat berwarna krem yang seketika membuat tubuh Rose bergetar. Hatinya perih seperti teriris sebilah pisau daging. Lidahnya kelu hanya untuk menyebutkan nama bangunan itu. Namun satu hal yang Rose sadari, kakinya begitu ringan untuk melangkah mendekati bangunan itu. Langkah demi langkah Rose tempuh hingga kini tubuhnya tepat berada didepan sebuah pintu besar berbahan kayu jati.
“Inikah yang ia cari? inikah yang ia rindukan?” batin Rose pada dirinya sendiri. Dengan tangan yang sedikit bergetar ia coba raih gagang pintu didepannya. Perlahan memutarnya hingga pintu itu sukses terbuka dan menampakkan sebuah mimbar yang begitu kokoh dengan sebuah asma Allah diatasnya. Rose jatuh terduduk. Air matanya mengalir deras. Hatinya remuk redam.
“Sudah berapa lama aku melupakanMu?” isak Rose dalam tangis pilunya.
“Akankah masih ada maaf untukku? aku terlalu kotor untuk kembali menghadap Mu, bahkan aku sendiri pun seperti tidak bisa memaafkan diriku?” ungkap Rose pada dirinya.
“Bagaimana Allah akan memaafkanmu jika dirimu sendiri saja tidak memaafkanmu” Ucap sebuah suara yang membuat Rose mendongakkan wajahnya kearah sumber suara yang ternyata adalah seorang lelaki paruh baya sang takmir masjid.
“Aku sudah terlalu berdosa” ucap Rose yang kini kembali menundukkan wajahnya.
“Allah itu maha pemurah lagi maha penyayang, Maha pemaaf atas kesalahan seluruh hambaNya yang telah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Maafkanlah dirimu sendiri dan bertaubatlah, jika kakimu saja mau melangkahkan kakinya kemari, itu artinya Allah masih mau memberimu hidayah, Allah mau kamu menemuiNya.” tambah sang Takmir masjid dengan wajah penuh senyuman yang menyejukkan hati.
“Apakah belum terlambat?” Tanya Rose lagi, kini ia menatap lekat mata lelaki paruh baya didepannya, ia berniat untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh, kembali berjalan di jalan sang pencipta, sudah cukup ia membuat dirinya kotor dalam lubang dosa, kini, hari-harinya haruslah lebih bermakna.
“Tidak ada kata terlambat untuk berubah menjadi lebih baik, yang salah adalah ketika kamu tahu apa yang baik namun kamu tidak mau berubah untuk lebih baik.” ucap sang takmir.
Dan malam itu, bertepatan dengan hari pertama dimana seluruh umat muslim di dunia memulai hari-harinya dengan sebuah niat untuk menyambut bulan yang penuh kesucian, Rose mengucapkan janjinya, janji untuk kembali pada jalan yang seharusnya ia tempuh sejak lama, janji untuk selalu berdo’a dengan tangan mengadah kepadaNya, dan janji untuk selalu mengutamakan kehidupan akhiratnya daripada kehidupan duniawinya.
Rose yang kini telah menemukan cahayaNya, cahaya yang selalu dirindukannya, cahaya kerinduan Rose.
Sumber: https://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/cahaya-kerinduan-rose.html