Ayahku yang Terbaik

Oleh
: Khairani Dwi Rivani
Namaku
Syafa Dwi Putri. Orang-orang memanggilku Syafa. Aku sekarang duduk di kelas XI
SMA yang cukup terkenal di kotaku. Aku memiliki 2 saudara, 1 kakak perempuan
dan 1 adik perempuan. Aku, kakakku, dan adikku sekarang tinggal bersama Ayah.
Ayahku adalah sosok laki-laki yang memiliki sifat tegas, taat beribadah, penuh
kasih sayang, ceria, dan pekerja keras. Beliau tidak membeda-bedakan kasih
sayangnya terhadap anak-anaknya. Meskipun beliau orang yang tegas, kasih sayang
yang beliau tunjukkan kepada kami sangatlah besar. Karena, sejatinya setiap
orang tua memiliki cara tersendiri dalam mendidik anak-anak mereka, bukan?
Semenjak Ibuku tiada, Ayah bekerja dengan sangat keras demi memenuhi kebutuhan
hidup kami serta biaya pendidikan aku, kakakku, dan adikku. Sejak Ibu tiada
Ayah pun menjadi semakin tegas dan sikapnya mulai berubah. Beliau yang awalnya
ceria berubah menjadi pendiam. Beliau juga menjadi sangat protektif terhadap
anak-anaknya apalagi ketiga anaknya adalah perempuan. Diamnya Ayah terkadang
membuat kami merasa takut untuk berbicara dengannya. Dia juga sibuk bekerja
mencari nafkah untuk melanjutkan hidup. Selama ini, Ayah banyak berada di rumah
karena tidak memiliki pekerjaan tetap, sedangkan Ibu dulunya berprofesi sebagai
guru. Oleh karena itu, sekarang Ayah mati-matian mencari uang.
Aku yang tidak dekat dengan Ayah menjadi semakin canggung dengan perubahan
sikap Ayah yang menjadi pendiam dari biasanya. Ditambah sikap protektifnya yang
terkadang membuatku merasa tertekan dan terkekang. Pernah suatu hari, aku
menelepon Ayah untuk memberi tahu kalau aku akan pulang telat karena ada tugas
kelompok yang harus dikerjakan bersama. “Assalamu’alaikum Ayah, Syafa nanti
izin telat pulang Yah, Syafa mau ngerjain tugas kelompok di rumah teman. Boleh
kan, Yah?”, kata ku ketika menelepon ayah. Ayah menjawab “Di mana rumah
temannya? Jangan lama-lama. Sebelum magrib udah pulang. Nanti Ayah jemput
kesana”.
Mendengar jawaban Ayah yang seperti itu membuat ku merasa kesal karena aku
bukan anak kecil lagi. Namun aku hanya bisa diam dan mengiyakan apa yang
dibilang Ayah. Parahnya lagi, ketika aku ingin pergi hangout dengan teman-teman
Ayah akan menanyakan banyak pertanyaan seperti pergi dengan siapa, perginya
kemana, naik kendaraan apa. Ayah juga akan menekankan untuk tidak berlama-lama
dan pulang sebelum hari mulai gelap. Padahal aku ingin berlama-lama bersama
teman-temanku, apalagi dalam perkumpulan perempuan pasti banyak hal yang ingin
diceritakan dan butuh waktu yang cukup lama. Sehingga akhirnya, kakakku akan
mengantar dan menemaniku berkumpul dengan teman-temanku agar Ayah mengiyakan
permintaanku.
Namun, seiring berjalannya waktu aku pun sadar apa yang dilakukan Ayah ada
positifnya. Aku sadar kalau sikap protektif Ayah juga untuk kebaikan ku
sendiri. Sesuai dengan kepercayaan yang aku imani, sebagai seorang perempuan
lebih baik untuk banyak menghabiskan waktu di rumah. Aku juga jadi bisa
menggunakan waktu luang untuk menghabiskan waktu dengan keluarga dan diri ku
sendiri, serta terhindar dari pergaulan bebas yang sekarang ini banyak terjadi
di kalangan remaja. Itulah kenapa sekarang ini, aku selalu menuruti kata Ayah.
Sosok yang selalu menjaga anak-anaknya namun dengan cara yang tak biasa. Bagiku
Ayahku adalah yang terbaik.