Liliput dan Semut

Hujan mengguyur Desa Worfis sedari
pagi. Sudah tentu tanah menjadi lebih becek dan lembab. Di kolong rumah
panggung tua yang sudah tak berpenghuni, hiduplah keluarga liliput yang terdiri
dari Ayah, Ibu, dan anak yang bernama Rieta. Ukuran mereka hanya sebesar jari
kelingking orang dewasa, tapi hari ini adalah hari yang berat bagi mereka
karena harus menyingkirkan barang agar tidak terkena banjir.
Lalu, segerombolan semut tiba-tiba
datang melintasi kolong rumah mereka. Semut-semut pun merasa kedinginan, namun
mencoba permisi untuk meneduh di kolong rumah tersebut. Merasa kasihan, ayahnya
Rieta pun mengizinkannya. Tapi, semut-semut itu pun malah mengambil percikan
madu milik ibunya Rieta. Sontak Rieta pun menegurnya.
“Mengapa kalian tidak sopan sekali?”
“Kami hanya menyicipinya sedikit,
memastikan bahwa itu ialah madu”
“Bilang saja kalian mau mencobanya.”
Ibunya Rieta pun merasa kecewa,
mereka mulai mengusir semut-semut tersebut dari rumahnya. Sementara itu, tetua
semut meminta maaf atas kelakuan anak buahnya yang lancang dan berusaha untuk
meminta izin kembali agar segerombolan semut tetap meneduh di rumahnya. Karena
hujan justru semakin lebat, ayahnya Rieta memafkannya. Semut-semut itu
dibiarkan lebih lama meneduh di kolong rumah.
Menjelang matahari terbenam, hujan
pun berhenti. Kumpulan semut pun berpamitan kepada Rieta dan keluarganya.
Sebagai tanda terima kasih, keluarga liliput itu pun diberikan permata kecil
berwarna lazuardi. Rieta sangat senang melihatnya. Ia pun menggunakan permata
tersebut untuk dijadikan liontin di kalungnya.