Semua Istimewa

Ulu, seekor Katak Hijau, sedang
berdiri di pinggir kolam. Hari itu langit sangat gelap dan hari seperti itulah
yang Ulu sukai. Tidak lama kemudian, air mulai menetes perlahan-lahan dari
angkasa.
“Hujan telah tiba!” Ulu berteriak
dengan girang. Ulu pun mulai bersenandung sambil melompat-lompat mengitari
kolam. Ia melihat Semut yang kecil sedang berteduh di balik bunga matahari.
“Wahai Semut, hujan telah tiba
jangan bersembunyi!” seru Ulu kepada Semut yang sedang berusaha keras
menghindari tetesan air hujan.
Semut menghela napas dan menatap Ulu
dalam-dalam, “Ulu, aku tidak suka dengan hujan. Kamu lihat betapa mungilnya
tubuhku? Air hujan akan menyeret dan menenggelamkanku ke kolam! Aku tidak bisa
berenang sepertimu, makanya aku berteduh,” sahut Semut.
“Makanya Semut, kau harus berlatih
berenang! Aku sejak masih berudu sudah bisa berenang, masa kau tidak bisa?
Berenang itu sangat mudah, julurkan saja kakimu,” Ulu menjulurkan kakinya, “dan
tendang ke belakang seperti ini! Ups, maaf, kakimu kan pendek.”
Sambil tertawa, Ulu melompat
meninggalkan Semut.
Semut hanya bisa menatap Ulu dengan
kesal. Semut tidak dapat berenang karena ia berjalan. Ulu kembali berseru,
“Hujan telah tiba! Hujan telah tiba! Oh, hai Ikan! Aku sangat suka dengan
hujan, bagaimana denganmu? Ulu berhenti di pinggir kolam dan berbicara kepada
Ikan yang sedang berenang di dalam kolam. Ikan mendongakkan kepalanya ke atas
dan berbicara kepada Ulu.
“Aku tidak dapat merasakan hujan,
Ulu. Lihatlah, aku tinggal bersama air. Bagaimana caranya aku dapat menikmati
hujan seperti kamu, Ulu?” Ikan pun kembali berputar-putar di dalam kolam.
“Hah! Sedih sekali hidupmu Ikan!
Seandainya kamu seperti aku, dapat hidup di dalam dua dunia, darat dan air,
mungkin kamu akan dapat merasakan kebahagiaan ini. Nikmati saja air kolammu,
sebab kamu tidak akan dapat pernah merasakan rintikan hujan di badanmu!”
Apa yang Ulu katakan sangat menusuk
hati Ikan. Ikan menatap ke arah tubuhnya yang bersisik, lalu menatap ke arah
tubuh licin Ulu. Ikan yang bersedih hati pun berenang meninggalkan Ulu ke sisi
kolam yang lain. Ulu pun kembali melompat-lompat di sekitar kolam dan kembali
bersenandung.
Saat Ulu tiba di bawah pohon, ia
melihat Burung sedang bertengger di dahan pohon dan membersihkan bulunya. Ulu
mengira Burung juga sama seperti Semut dan Ikan yang tidak dapat menikmati
hujan.
“Hai Burung, kenapa kau tidak mau
keluar dan menikmati hujan? Apakah kamu takut bulumu basah? Atau apakah kamu
takut tenggelam ke dalam kolam seperti Semut? Ataukah memang kamu tidak bisa
menikmati indahnya hujan seperti Ikan?” Setelah berkata demikian, Ulu tertawa
kencang-kencang.
Burung menatap ke arah Ulu yang
masih tertawa,” Hai Ulu, apakah kau bisa naik kemari?” Ulu kebingungan.
“Apa maksudmu Burung?”
“Apakah kau bisa memanjat naik
kemari, Ulu?”
“Apa yang kau maksud Burung? Tentu
saja aku tidak bisa!” Ulu cemberut dan menatap ke arah dua kakinya. Ulu
menyesal punya kaki yang pendek sehingga tidak bisa terbang.
“Ulu, tidakkah kamu tahu bahwa Sang
Pencipta membuat kita dengan keunikan yang berbeda-beda? Aku tidak bisa
berenang sepertimu dan Ikan, tetapi aku bisa terbang mengitari angkasa.
Burung kembali berkata dengan bijak,
“Itulah yang kumaksud Ulu, kita masing-masing memiliki kelebihan sendiri. Semut
tidak bisa berenang sepertimu, tetapi ia bisa menyusup ke tempat-tempat kecil
yang tidak dapat kau lewati. Ikan tidak dapat melompat-lompat sepertimu, tetapi
ia bernapas di bawah air. Kamu tidak seharusnya menghina mereka!”
Ulu mulai menyadari bahwa
tindakannya salah. Diam-diam Ulu berpikir bahwa tindakannya itu tidak benar. Ia
seharusnya tidak menyombongkan kelebihan dan menghina teman-temannya.
“Maafkan aku, Burung.” ucap Ulu
seraya menatap sendu ke arah Semut dan Ikan yang sejak tadi memperhatikan
pembicaraan mereka.
“Maafkan aku Semut, Ikan, selama ini
aku telah menyinggung perasaanmu.”
Sejak saat itu, Ulu mulai menghargai
teman-temannya dan mereka pun menyukainya kembali.
Pesan Moral: Tuhan telah menciptakan makhluk
dengan kelebihan dan kekurangannya. Jangan melukai hati dengan perkataan yang
menyakitkan, pada akhirnya orang-orang tidak akan mau berteman.