Cici dan Serigala

Sore itu tiga kelinci kecil, Cici,
Pusi, dan Upi bermain bersama di hutan. Tiba-tiba Cici melihat sesuatu
tergeletak dalam bungkus plastik.
“Hai Teman-teman … lihatlah! Cici
berteriak sambil menunjuk ke arah bungkusan plastik. “Wah … makanan
teman-teman.” teriak Upi. “Asyik! sore ini kita makan enak.” Pusi bersorak
kegirangan. Cici mengambil kue itu, membuka bungkusnya dan tercium aroma harum
dari kue itu. Tiba-tiba muncul niat liciknya.
“Ah … kue ini pasti nikmat sekali
apalagi jika ku makan sendiri tanpa berbagi dengan mereka,” gumamnya dalam
hati.
“Teman-teman sepertinya kue ini
bekal Pak Tukang Kayu yang sering ke hutan ini, mungkin dia baru saja ke
sini dan belum pergi terlalu jauh. bagaimana jika kususulkan kue
ini, bukankah menolong orang juga perbuatan mulia?” Cici meyakinkan temannya.
Raut kecewa tergambar di wajah Upi
dan Pusi, mereka gagal makan kue yang beraroma lezat itu. Cici berlari menjauhi
temannya dan memakan kue itu sendiri. Tiba-tiba … buukk!! “Aaahhgg … tolooong
…” Cici menjerit keras.
Seekor Serigala muncul dari balik
semak dan langsung menerkam tubuh mungil Cici. Cici pun menangis dan terus
berteriak minta tolong. Cici pun memutar otak mencari cara, bagaimana agar ia
bisa bebas dari cengkeraman Serigala itu. Akhirnya, ia mendapatkan ide.
“Pak serigala, aku punya dua teman
di sana. Bagaimana jika mereka kujemput ke sini, supaya kamu dapat makan lebih
banyak lagi?” Cici berusaha mengelabui Serigala itu.
“Baiklah, segera panggil mereka,
tapi aku harus ikut di belakangmu,” jawab Serigala. “Pelan-pelan saja ya,
jalanmu, supaya mereka tidak mendengar langkah kakimu. Aku khawatir mereka akan
lari ketakutan.”
Cici pun berlari ke arah
teman-temannya yang ditinggalkan tadi. Sementara Serigala mengikutinya dengan
langkah pelan. Menyadari hal itu, Cici berlari sekuat tenaga sambil sesekali
memanggil temannya.
“Ups …!” kaki Cici tiba-tiba terasa
ada yang menarik. Ia pun menjerit dan bahkan tidak berani membuka mata.
“Jangan Pak Serigala … jangan makan
aku, ampuni aku..”
“Sst … ini aku Ci, bukalah matamu,
ini Upi dan Pusi.”
“Ayo cepat Ci!” dengan rasa
kebersamaan mereka pun akhirnya selamat. Napas mereka tersengal-sengal,
keringat mereka bercucuran. Cici menangis tersedu-sedu.
“Hik … hik … maafkan aku
teman-teman, aku bersalah pada kalian. Aku telah berbohong.” Cici akhirnya
menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Temannya tidak marah apalagi
membencinya. Cici pun berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Sudahlah Cici, kami
memaafkanmu,” kata Pusi dengan bijak. “Terima kasih kawan, aku janji tidak akan
mengulanginya lagi,” jawab Cici dengan tulus.