Wanita Berwajah Penyok

Oleh: Ratih Kumala
Seperti apakah rasanya hidup menjadi
orang yang tak dimaui? Tanyakan pertanyaan ini padanya. Jika dia bisa
berkata-kata, maka yakinlah dia akan melancarkan jawabnya. Konon dia lahir
tanpa diminta. Korban gagal gugur kandungan dari seorang perempuan. Hasil
sebuah hubungan gelap yang dilaknat warga dan Tuhan.
Perempuan yang saat ini disebut
“ibunya” bukanlah ibu yang sebenarnya. Dia hanya inang yang berkasihan lalu
bergantian menyusui lapar mulut dua orang bayi; bayi berwajah penyok yang
dibuang orang di pinggir kampung.
Suatu hari yang biasa; siang terang
dan wanita berwajah penyok tengah keliling kampung sendiri saat anak-anak kecil
sepulang sekolah itu mulai mengekori dan menyambut punggungnya di belakang.
Maka, wanita berwajah penyok
mengambil sebongkah batu. Tangannya yang dekil melemparkan batu itu ke arah
anak-anak. Seorang anak bengal berkepala peyang terkena timpukannya. Membuat
jidatnya terluka. Darah segar mengucur dari situ, mengubah seragam putihnya
menjadi merah. Dia pulang ke rumah mengadu kepada ibunya, sementara anak-anak
lain menjadi takut dan bubar satu-satu.
Dengan terpaksa, keluarga wanita
berwajah penyok akhirnya memutuskan untuk memasung dirinya pada sebuah ruangan
kecil yang tak bisa disebut manusiawi dekat tanah pekuburan. Sejak itu wanita
berwajah penyok tinggal di dalamnya. Bulan berganti tahun, tanpa tahu itu malam
atau siang.
Seperti apakah rasanya hidup dalam
sepi? Tanyakan pertanyaan ini kepadanya. Maka, yakinlah jika dia bisa
berkata-kata, dia akan melancarkan jawabannya. Tak ada yang benar benar tahu
apa yang dia kerjakan di dalam sana walau kadang terdengar suaranya berteriak
untuk berontak. Ini hanya menambah ngeri tanah pekuburan.
Orang-orang mengira itu suara
kuntilanak jejadian penghuni kuburan. Tak pernah ada orang yang benar-benar
mendekat. Wanita berwajah penyok telah lupa bahasa tanpa ia pernah benar-benar
menguasainya.
Andaikata suatu saat dia bisa
terbebas dari pasungnya, orang akan bertanya bagaimana ia bisa bertahan hidup?
Sebab ia telah menjadi sendiri.
Pada malam yang biasanya kelam nan
pekat, kini wanita berwajah penyok bisa mendapat segaris cahaya dari celah
lubang tadi. Kepalanya didongakkan ke atas, dia bisa melihat rembulan. Bertahun
dia tidak melihat rembulan hingga ia lupa bahwa yang dilihatnya adalah
rembulan.
Untuk pertama kalinya dalam periode
tahunan pasungnya, ia merasa bahwa dirinya punya teman. Dia mulai berkenalan.
Dengan bahasa yang hanya ia mengerti, ia bercakap-cakap dengan bulan. Dia
selalu menunggu teman barunya untuk berkunjung dan bercakap-cakap dengannya
setiap malam.
Namun, semakin hari bentuk wajah
rembulan semakin sempit dan cekung. Mengecil dan terus mengecil hingga hanya
menjadi sabit. Air muka rembulan juga semakin pasi.
Semakin hari sabit rembulan jadi
kembali membulat walaupun wajahnya masih pasi. Saat bulan bulat penuh, wanita
berwajah penyok girang sekali sebab ini berarti dirinya berhasil menghibur
teman baiknya. Tapi suatu hari rembulan kembali menyabit dan seperti yang
sudah-sudah, wanita berwajah penyok tak pernah bosan menghiburnya dengan
bahasanya sendiri hingga rembulan bulat penuh. Terus seperti itu.
Hingga suatu malam, sehari setelah
bulan benar-benar sabit, rembulan tidak datang mengunjunginya. Ia sedih sekali
dan mengira rembulan tak mau menemuinya. Malam itu hujan turun deras. Wanita
berwajah penyok berpikir bahwa rembulan sedang menangis. Maka dia ikut menangis
pula, kesedihan mendalam sahabatnya, dan sekali lagi, dengan bahasa yang hanya
bisa dia mengerti, dirinya berusaha membujuk bulan dan menghiburnya.
Dia tak pernah bosan. Tetapi, langit
tetap hujan, rembulan terus menangis. Tetesan air masuk dari celah atap ruang
pasung yang menjadi bocor. Menimpa kepala wanita berwajah penyok dan membuat
dirinya kebasahan.
Lelah, wanita berwajah penyok
tertidur. Ia menggigil hebat tanpa ada orang yang tahu keadaannya. Paginya ia
terbangun oleh segaris sinar yang masuk dari celah atap. Sinar kecil itu jatuh
ke kubangan air yang menggenang. Dirasakannya tubuhnya demam. Tetapi, begitu
dia terbangun yang diingatnya hanyalah rembulan.
Siang telah menjelang, ini berarti
rembulan telah pulang ke rumahnya setelah semalam bersembunyi di balik awan
sambil menangis. Ia menyesal tak bisa melihat wajah rembulan malam tadi.
Didekatinya genangan air tadi.
Genangan yang tak jernih. Ia berwarna coklat karena bercampur debu. Sebuah
bayangan ada di sana. la tersenyum dan menemukan wajah rembulan di sana. Lalu
dia tertidur tanpa merasa perlu bangun lagi sebab bersama sahabat di dekatnya.