Lukisan Kasih Sayang

Pak Saiful, seorang pelukis ternama,
mempunyai seorang pelayan yang setia. Namanya Mumu. Biasanya setiap pagi Mumu
membawakan perlengkapan melukis Pak Saiful, misalnya kanvas, cat minyak, dan
kuas. Ia juga membawakan tikar kecil, air minum, dan makanan.
Pak Saiful selalu melukis di tempat
yang indah sekaligus mengerikan. Tempatnya di bawah sebatang pohon besar. Di
sekitarnya terdapat rumput hijau dan bunga-bunga liar berwarna putih dan
kuning. Kupu-kupu dan capung berkeliaran bebas di antara bunga-bunga itu.
Kira-kira 15 meter ke arah selatan
dari pohon itu terdapat sebuah rawa kecil yang permukaannya ditutupi oleh
daun-daun teratai. Bunga-bunga teratai yang berwarna merah jambu menghiasi
permukaan rawa itu. Namun, lumpur rawa itu selalu menelan benda apa saja yang
terjatuh ke dalamnya, termasuk manusia.
Suatu hari Pak Saiful baru saja
menyelesaikan lukisannya yang sangat indah. Lukisan seorang anak kecil yang
sedang menggendong dan membelai anjing kecil berbulu coklat. Siapa pun yang
melihat lukisan itu pasti merasa tersentuh. Anak itu menyayangi anjingnya dan
anjing kecil itu pun terlihat senang dalam pelukan si anak.
“Mumu, coba ke sini dan lihat
lukisanku!” kata Pak Saiful bangga.
“Luar biasa, Pak, sangat indah!
Pasti laku dengan harga mahal,” ujar Mumu.
Kemudian Mumu kembali ke bawah pohon
dan menyiapkan makanan dan minuman. Sementara itu Pak Saiful mundur beberapa
langkah untuk memandang lukisannya lagi. Oh, semakin jauh jaraknya, lukisan itu
semakin indah terlihat. Pak Saiful mundur beberapa langkah lagi dan memandang
lukisannya kembali. Rupanya ia tak sadar bahwa ia tepat berada di tepi rawa.
Sementara itu Mumu melihat
majikannya yang sudah berada di tepi rawa. Alangkah berbahayanya. Bila Pak
Saiful mundur selangkah lagi, pasti ia terjatuh ke dalam rawa. Mumu mendekati
lukisan di bawah pohon dan mengangkat lukisan itu dari tempatnya.
Pak Saiful berlari ke dekat pohon
dan berkata dengan marah, “Apa-apaan kamu ini, Mu. Berani-beraninya kamu mau
merusak lukisanku, atau mau mencurinya?!”
“Maaf, Pak, maksud saya…!” jawab
Mumu.
Namun Pak Saiful tidak mau mendengar
penjelasan Mumu.
“Pergi kau dari sini. Aku tidak
memerlukan pelayan yang kurang ajar!” seru Pak Saiful dengan wajah merah
padam.
Terpaksa Mumu pergi. Pak Saiful
membereskan alat-alatnya dan membawa perlengkapannya pulang. Uuuh, rupanya
berat juga.
Esok paginya Pak Saiful membawa lagi
lukisannya ke bawah pohon besar. Karena belum puas memandang, hari ini ia akan
memandang sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh Mumu.
Mula-mula Pak Saiful memandang
lukisannya dari dekat, kemudian ia memperpanjang jaraknya. Akhirnya ia sudah
mendekati tepi rawa. Ia tak tahu di balik pohon besar ada sepasang mata
mengawasinya.
“Karya hebat. Aku sendiri pun hampir
meneteskan air mata memandang lukisan itu. Orang akan tergugah untuk menyayangi
binatang. Dan mereka akan berpikir bahwa kasih sayang itu sesuatu yang amat
penting dan berharga!” pikir Pak Saiful. Tanpa sadar Pak Saiful mundur lagi
dan… oooh… ia terperosok ke dalam rawa.
“Tolooong… tolooong!” jerit Pak
Saiful dengan panik. Ia sadar bahwa dirinya akan terhisap ke dalam lumpur rawa
dan maut akan segera menjemputnya. Saat itulah Mumu muncul sambil membawa
tambang. Ia sudah mengikatkan tambang di sebuah pohon besar dekat rawa.
“Pegang tambang ini, Pak!” kata Mumu
sambil mengulurkan tambang. Lalu Mumu cepat-cepat menarik tambang sekuat
tenaga, menarik Pak Saiful dari rawa. Keringat bercucuran di wajah Mumu, namun
akhirnya ia berhasil menyeret majikannya keluar dari rawa. Begitu tiba di
rerumputan, Pak Saiful pingsan.
Ketika sadar, ia sudah berada di
rumahnya dalam keadaan bersih, Mumu sudah mengurus segala sesuatunya dengan
baik.
“Terima kasih, Mumu, kamu
menyelamatkan nyawaku!” kata Pak Saiful. “Maafkan aku!”
“Tidak apa-apa, Pak. Saya senang
Bapak selamat. Saya mengangkat lukisan Bapak kemarin karena saya ingin menarik
perhatian Bapak. Bapak sudah berada di tepi rawa waktu itu. Saya kuatir Bapak
akan jatuh. Tadi saya berjaga-jaga dan menyiapkan tambang karena saya kuatir
Bapak asyik memandang lukisan dan terperosok ke dalam rawa!” kata Mumu.
Mumu, si pelayan setia mendapat
hadiah dan kembali bekerja pada Pak Saiful. Kasih sayang seorang anak pada
anjingnya, kasih sayang seorang pelayan pada majikannya membuat Pak Saiful
makin menyadari arti kasih sayang. Dan sebagai rasa syukur, Pak Saiful memberikan
hasil penjualan lukisan itu pada panti asuhan.