Nasihat Iko

Oleh: Vanda Parengkuan
Mama Iko mengajak Iko ke rumah Tante
Niken, teman akrab mama Iko sejak SMA dulu. Suami Tante Niken sedang keluar
kota. Tante Niken mengundang mama Iko makan malam di rumahnya. Sekalian
menemaninya berbuka puasa.
Anak laki-laki Tante Niken bernama
Rio. la seusia Iko. Dulu, Iko dan Rio sama-sama tukang ngompol. Tapi, sekarang
Iko sudah tidak ngompol lagi.
“Rio masih ngompol, Tante?” tanya Iko di meja
makan.
“Tidak!” jawab Tante Niken dan Rio
bersamaan.
“Wan, Rio pintar, dong, sudah tidak
ngompol! Seperti saya!” ujar Iko sok tua. Tante Niken tersenyum geli
mendengarnya.
“Rio memang sudah tidak ngompol.
Tapi ia masih susah makan! Tante jadi pusing! Harus masak apa supaya Rio doyan
makan banyak!” keluh Tante Niken. la lalu mengisi piring Iko dan Rio dengan mi
goreng. Itu makanan kesayangan Iko dan Rio. Tante Niken sengaja menyiapkannya
untuk kedua anak itu. Tapi…, malas makan Rio rupanya sedang kumat!
“Ukh! Mi gorengnya tidak enak!” keluhnya
sambil memainkan sendok. Padahal menurut Iko, mi gorengnya lumayan enak.
“Coba lihat! Rio susah sekali makan!
Makanya kurus sekali!” keluh Tante Niken sedih.
“Tidak enak, ya, mi gorengnya!”
bisik Rio pada Iko.
“Dulu juga aku sering tidak mau
makan, kalau makanannya tidak enak. Tapi kata papaku, biar tidak enak, anggap
saja enak! Nanti jadinya enak betulan!” nasehat Iko berbisik-bisik.
“Ah, papamu aneh!” ejek Rio.
“Eh, papaku itu hebat! Namanya Pak
Tie. Kau harus kenalan dengannya! Supaya kau bisa makan banyak seperti aku!”
bantah Iko sambil mulai memelintir mi gorengnya.
“Coba lihat! Hebat, kan! Mi goreng
bisa diplintir-plintir! Yang lebih hebat lagi…, aku bisa makan mi goreng
plintir! Hmmm, nikmatnyaaa…” oceh Iko sambil melahap mi gorengnya. Rio
terbingung-bingung mendengar ocehannya.
“Makan mi goreng plintir, kok,
dibilang hebat?! Apanya yang hebat?!” pikir Rio. Tapi perut Rio tiba-tiba
terasa lapar. la tiba-tiba ingin sekali makan mi goreng.
Diikutinya tingkah Iko. Mi goreng
itu diplintir-plintir lalu dilahap.
“Hams sambil bilang, hmm…nikmaaat…!”
perintah Iko. “Hmmm, nikmaaat…!” tiru Rio sambil mengunyah mi gorengnya. Mama
Iko dan Tante Niken tersenyum geli melihat tingkah mereka.
“Makan mi goreng plintir! Saktiii…”
celoteh Iko lagi. “lya! Saktiii, dahsyaaat…!” Rio mulai ikut-ikut berceloteh.
Keduanya tertawa. Mi goring itupun disantap lahap sampai habis.
“Nyam nyam nyam! Wuah, jadi enak
betulan, ya! Buka puasanya jadi seruuu!!” komentar Rio.
“Ck ck ck! Iko, pintar membujuk,
ya!” gumam Tante Niken kagum. “Iko cuma mengajar apa yang diajarkan papanya
padanya!” ujar mama Iko sambil tersenyum. Beberapa hari kemudian Tante Niken
dan Rio datang ke rumah Iko. Mereka membawa sebuah bingkisan.
“Sekarang Rio tidak susah makan
lagi! Itu karena Iko mengajari Rio cara makan yang nikmat! Nah, ini hadiah
untuk Iko!” Tante Niken menyerahkan bingkisan itu pada Iko. Isinya permainan
lego yang terbaru.
“Asiiik!!” teriak Iko gembira.
“Huuu, curang! Harusnya mainan itu
buat Papa! Bukan buat Iko! Kan, nasehatnya dari Papa!” goda Pak Tie.
“lyaaa, Iko ngalah, deh! Mainan ini
buat Papa saja! Tapi sekarang Iko pinjam dulu, ya!” ujar Iko polos. Pak Tie,
mama Iko dan Tante Niken terbahak-bahak mendengarnya.