CEROBOH

Humoris,
ekstrovert, pintar mencairkan suasana, dia adalah Wanda, Teman baikku. Dulu
sejak SMP, aku jarang sekali menemukan teman seperti Wanda.
Saat SMA saja,
aku bisa menemukan teman sepertinya, tiap hariku dipenuhi kebahagiaan. Jika aku
ada masalah, Wanda selalu menghiburku, kita sering menghabiskan waktu berdua
mengelilingi kota, pergi bersama di tiap acara sekolah.
Pernah di suatu
hari, kita pergi ke suatu mal di Surabaya untuk menemui teman dari beda kota,
berhubung kita menggunakan motor, sebelum masuk ke mal kita pergi ke tempat
parkir, dan mendapat karcis parkir yang harus diberikan ke petugas parkir saat
keluar mal, karcisnya tidak boleh hilang karena jika hilang akan didenda, tapi
dengan kecerobohanku ini, aku menghilangkan karcis tersebut, hingga kita sempat
bertengkar hebat.
"Ngel,
karcisnya mana??" ucap Wanda saat kita hampir sampai di tempat
parkir.
"Loh?
Bukanya kamu yang pegang? Tadi aku lihat kamu yang ambil karcisnya,"
ucapku sedikit panik.
"Enggak
woy! Aku kan sudah kasih kamu waktu kita mengobrol sama Rita tadi?!"
Aku segera
meraba kantongku, dan membuka tas kecilku. Aku sangat panik mendapati bahwa
karcisnya tidak ada, untuk memastikan lagi, aku mengeluarkan semua barangku di
tas kecil ini, tapi tetap saja aku tidak mendapati karcis tersebut.
Aku sedikit
melirik ke arah Wanda, perasaanku bertambah panik dan sedih ketika melihat
wajah Wanda yang mulai mengerut seakan dia marah.
Aku perlahan
mengingat di mana aku meletakkan karcis tersebut, tidak lama kemudian aku
teringat bahwa saat asyik mengobrol dengan temanku tadi, aku melipat lipat
karcis tersebut dan meletakannya di meja kafe yang kita datangi tadi. Dengan
rasa panik aku berlari masuk ke dalam mal dan menuju kafe yang kita datangi
tadi.
Betapa paniknya
aku mendapati karcisnya sudah tidak ada, aku sudah bertanya ke orang yang
membersihkan tempat itu, katanya juga sudah di buang, mataku mulai berkaca
kaca, pikirku pasti Wanda akan marah sekali.
"Karcisnya
hilang nda...maaf," ucapku sedikit gemetar.
"Kan!
Makanya jangan ceroboh Ngel!! Dendanya mahal loh! Uangku sudah tinggal
sedikit!" bentak Wanda, wajar sekali dia marah karena aku yang terlalu
ceroboh.
"Maaf Nda,
aku pinjam dulu ya. Nanti aku kembalikan," badanku gemetar, ingin menangis
rasanya.
"Urus
sendiri saja! Aku tunggu di depan, lain kali jangan ceroboh dong Ngel!"
"Ya kalau
kamu enggak ngasih karcisnya ke aku, enggak akan kaya gini!!! kamu kan ada tas
juga, kenapa harus dikasih ke aku?! jangan nyalahin aku terus lah!"
Kita bertengkar
sekitar 10 menit dan salah satu dari kita mulai mengalah dan meminta maaf,
dengan semua cara yang kita pikirkan, akhirnya kita bisa keluar dari mal itu.
Di sepanjang
jalan, kita hening saja dan merenungkan kejadian tadi.
"Maaf ya
ngel, aku tadi kasar ke kamu..."
"Gapapa
nda, maafin aku juga ya sudah ceroboh enggak hati-hati, maaf sudah bentak kamu
juga."
Setelah itu
kita bercanda ria, tertawa sambil di temani sepoi angin, dan cahaya kota. Kita
memang bisa bertengkar hebat seperti ini, tapi kita tetap mempertahankan
pertemanan kita apa pun yang terjadi.