Hiduplah Indonesia Raya

"Hiduplah
Indonesia Raya...", begitu lagu itu berakhir aku langsung menurunkan
tanganku kembali yang tadinya kudekatkan di alis kananku. Ingin rasanya aku
berada di gedung itu bersama dengan anak-anak lainnya yang bisa mengikuti
upacara bendera menggunakan seragam yang menurutku bagus, lebih bagus daripada
pakaian yang aku kenakan sekarang ini. Walaupun aku hanyalah seorang anak
jalanan, tetapi aku masih mempunyai rasa semangat yang tinggi untuk menempuh
pendidikan. Namun apa daya, aku tak bisa mewujudkan angan-angan itu karena tak
ada yang peduli dengan orang semacam aku ini.
Setiap Senin
pagi, aku selalu kabur dari kakakku yang sedang mencari barang-barang
rongsokan, karena aku ingin sekali mengikuti kegiatan upacara bendera walaupun
hanya di luar gedung sekolah SMP. Jika aku masih sekolah, aku seumuran dengan
mereka, dan sepertinya aku saat ini sedang duduk di bangku kelas 8. Betapa
bangganya aku jika bisa merasakan seperti apa yang mereka rasakan.
"Hani,
ngapain kamu berdiri di situ, ayo bantu kakak cari plastik!!" tegur
kakakku pelan takut orang-orang di sekolah mendengarnya. Aku yakin, kakakku
juga pasti ingin sekolah sepertiku, namun ia tak pernah memperlihatkan
keinginannya kepadaku.
"Iya kak
sebentar lagi, benderanya belum naik ke atas," jawabku dengan tidak
merubah posisi hormatku kepada bendera. Tak lama setelah itu, bendera pun telah
sampai di atas, dan pemimpin upacara kembali menyiapkan. Tanganku ditarik kakak
sampai ke pinggir sekolah, dan hampir saja motor yang ada di depan menabrak
kami, untugnya kami cepat menghindar.
"Kamu itu
ya, sudah dibilangin sama kakak berkali-kali masih aja ngeyel, mulai
minggu depan kamu enggak boleh ke sini lagi!" kakakku memarahiku. Aku pun
hanya menggangguk dengan muka yang kecut.
Di dunia ini,
aku hanya memiliki Tuhan dan kakakku saja. Aku tak tahu sedang ada dimana kedua
orang tuaku saat ini, mungkin mereka sudah meninggal, tapi entahlah aku tidak
terlalu memikirkannya. Aku dan kakakku tidak mempunyai tempat tinggal tetap,
terkadang kami tidur di pinggir jalan, di pinggiran toko (itu pun kalau tidak
diusir), atau sesekali di kolong jembatan. Untuk bertahan hidup, kami sering
mengumpulkan barang bekas yang nantinya akan dijual ke tukang pengumpul barang
bekas, dan hasilnya akan kami belikan untuk makan, itu pun kadang belum cukup.
Dua hari lagi
adalah hari kemerdekaan Indonesia yang ke-71, dan semua sekolah pasti akan
mengadakan upacara kemerdekaan memperingati hari jadi Indonesia. Aku ingin
sekali mengikuti upacara itu, tapi aku bingung bagaimana caranya. Jika aku
menyelonong masuk ke dalam barisan, yang ada aku akan diusir oleh penjaga.
Meminta bantuan kakak hanya mencari mati saja, aku harus mencari cara sendiri
untuk bisa mengikuti upacara kemerdekaan di lapang yang pastinya tidak dengan
pakaian yang aku kenakan seperti saat ini.
Aku mempunyai
ide untuk memakai baju seragam SMP dan berpura-pura menjadi siswi yang
mengikuti upacara kemerdekaan agar bisa bergabung bersama mereka. Aku tak
peduli bagaimanapun caranya aku harus bisa mendapatkan seragam itu. Kalau
melihat tabunganku, mana bisa membeli baju seragam SMP. Kalau aku mencuri, aku
tak mau menanggung akibatnya nanti, terlebih Tuhan akan menghukumku nanti di
akhirat. Tiba-tiba kakakku menegurku yang sedang melamun, sontak aku pun
terkejut.
"Hei,
kenapa kamu melamun siang siang bolong gini?" tanya kakakku penasaran. Apa
aku harus jujur kepadanya, ah jangan pasti kakak akan memarahiku.
"Begini
kak, kemarin aku melihat boneka bagusss. sekali, aku mau membelinya tapi
tabunganku enggak cukup, aku boleh enggak pinjem uang kakak, nanti aku
ganti..", pintaku dengan penuh harap.
Kakakku
berpikir sejenak tidak bersuara, dan tak lama kemudian kakak pun memberikan
uang pinjaman kepadaku. Syukurlah, aku sudah menemukan jalan keluarnya. Siang
ini aku akan ke pasar membeli baju bekas untuk lusa. Setelah membeli baju SMP
bekas, aku pun harus cepat-cepat untuk menyembunyikannya takut kakakku tahu.
Kalau tahu, urusannya bisa lebih panjang.
"Katanya
mau beli boneka, mana bonekanya?" tanya kakakku penasaran. Aku bingung
menjawab pertanyaan horror itu, terpaksa aku harus berbohong kali ini. Aku pun
mengaku bahwa boneka itu sedang dipinjam oleh teman baruku di jalanan. Kakak
sebenarnya sempat tidak percaya, namun ketika aku meyakinkannya akhirnya ia pun
percaya. Maafkan aku kak harus berbohong, karena aku ingin sekali mengikuti
upacara itu.
Keesokan
harinya aku pun mencoba untuk membersihkan baju bekas itu untuk dipakai besok
di lapangan. Namun, aku sangat terkejut ketika baju baruku itu sudah tidak ada
di tempat persembunyian kemarin yang aku simpan di bawah gerobak yang selalu
aku dan kakakku bawa. Siapa yang berani mencuri bajuku?
Kakakku tidak
mungkin melakukan hal itu, karena kakakku tidak pernah memeriksa gerobak. Aku
menangis sejadi jadinya, kucari kemana-mana baju itu tetap tidak ketemu.
Impianku untuk menghadiri upacara sambil memakai seragam putih biru sudah
kandas. Aku tidak mempunyai uang lagi untuk membeli baju itu. Aku pun hanya
bisa pasrah menerima keadaan.
17 Agustus pun
telah tiba, aku terbangun di pagi-pagi buta siapa tahu Tuhan memberikan aku
kejutan, sebuah baju bekas itu. Namun khayalan itu benar-benar tidak terjadi.
Aku sangat sedih dan aku pun menangis kembali. Ketika aku bangun, kakakku sudah
tidak ada, sepertinya ia sudah mencari plastik, namun tak seperti biasanya ia
mencari barang rongsokan pagi pagi begini.
Satu jam
kemudian, aku pun memutuskan untuk kembali bekerja mengumpulkan barang
rongsokan sambil menunggu upacara kemerdekaan dimulai, tak apalah kalau harus
menyaksikannya di luar lapangan. Ketika aku hendak pergi, tiba-tiba suara
kakakku terdengar dari belakang. Ketika aku menoleh ke belakang, kakakku
berucap "Ini yang kamu inginkan?" kakakku berkata seperti itu sambil
memperlihatkan baju putih biru yang berbeda dari yang aku beli. Apakah ini
kejutan dari Tuhan yang tertunda tadi pagi? Aku sama sekali tidak menyangka
kakakku bisa memberikanku kejutan yang membuatku terharu.
"Kemarin
kamu bodoh sekali, sudah tahu itu tempatnya tidak aman, ya kakak ambil ternyata
satu setel baju SMP, dan baju itu kotor sekali, kakak pun berniat untuk
membelikanmu yang lebih bagus hasil penjualan plastik kemarin sore",
kakakku menjelaskan itu semua. Aku pun tersipu malu dan meminta maaf kepada
kakak sekaligus berterima kasih karena telah perhatian kepadaku. Aku pun
menjelaskan untuk apa aku beli baju itu. Dan setelah aku menjelaskan semuanya,
kakakku langsung menyuruhku segera memakai baju baru itu dan segera menyuruhku
lari karena acara akan segera dimulai.
Aku berlari
sekencang-kencangnya sambil mengumandangkan lagu Indonesia Raya walaupun
suaraku tidak begitu bagus, namun aku sangat puas. Setelah sampai di lapangan,
aku pun masuk ke dalam barisan anak kelas 8, orang-orang di sekelilingku pun
menatapku aneh. Aku pun hanya membalas mereka dengan ucapan "Aku adalah
anak baru..", sambil tersenyum dengan rasa malu. Lalu mereka pun kembali
ke posisi semula seakan-akan mereka telah mempercayaiku.
Aku berhasil,
aku berhasil mengikuti upacara bendera yang sangat spesial ini. Aku tidak akan
pernah melupakan momen bersejarah ini sepanjang hidupku.
"Hiduplah
Indonesia Raya...", kami pun menurunkan tangan kami tanda bendera telah
berada di puncaknya.