Belajar Dari Yang Tak Pernah Diajar

1
Pagi itu aku
sedang sarapan dengan sangat tenang, tiba-tiba tersendak karena aku melihat jam
sekarang pukul 7. Aku menggowes sepedaku. Sialnya gerbang sekolahku sudah
ditutup, dan dengan wajah kesal Pak Satpam berkata kepadaku di balik pintu
gerbang.
Lalu
dibukakannya pintu gerbang ini, tapi aku bersama murid lain dihukum berdiri di
lapangan basket hingga jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, tempat di
mana laki-laki itu setiap pagi datang dan juga bekerja sampai suatu sore hari
tiba.
Namanya Pak
Asep, tapi anak-anak sering memanggilnya dengan "Mang Oray", aku tak
tahu dari siapa orang pertama pencetus panggilan tersebut pada Pak Asep. Dia
memang sangat popular di SMA Negeri 1 karena dekat dan ramah dengan
murid-murid, khususnya kepada murid laki-laki.
Lama setelah
itu, aku makin akrab dengan satpam yang tersebut, kawan-kawanku selalu
memanggilnya Mang Oray. Pernah suatu saat dia bercerita kepadaku dan juga
kawan-kawanku tentang dia sewaktu seusia kami.
"Dulu,
Mamang juga pernah sekolah seperti kalian. Namun, mamang tidak dapat
melanjutkannya hingga selesai karena orang tua mamang yang tidak bisa
membiayainya," imbuh dia dengan senyum untuk menutupi.
"Kalian
harus bisa memanfaatkan kesempatan mengais ilmu di sini makanya mamang suka
sangat marah pada kalian yang suka terlambat masuk," sambungnya.
Dia kemudian
masih melanjutkan ceritanya. Ternyata di dalam rumahnya dia menyediakan
perpustakaan mini untuk para tetangganya yang ingin sekolah, tapi terkendala
ekonomi keluarga.
Aku pun menjadi
sangat kagum dengan berbagai perjuangan Pak Asep. Di tengah biaya hidup yang
kini makin susah, kulit kian menjadi keriput serta rambut kian memutih, dia
masih bisa selalu membantu orang-orang di sekitarnya. Terima kasih, Pak.