Sahabat Angin

1

"Angiiin...ada angiiin...!"

Gaga mendengar suara teman-temannya dari jalan depan rumah. Mereka berlarian sambil berseru senang. Musim angin telah tiba. Tandanya mereka bisa bermain kincir dengan puas. Semakin besar angin, semakin kencang putaran kincirnya.

"Bu, Gaga boleh main kincir,ya?" tanya Gaga pada ibu. 

Ibu yang sedang membuat teh untuk Bapak memandang Gaga tak percaya. la lalu menarik nafas panjang.

"Tidak usah, Ga. Kamu di rumah saja, ya!" kata Ibu tegas.

Gaga menunduk kecewa. la kembali ke ruang depan, memandangi teman-temannya yang berlarian dengan gembira. Kincir di tangan mereka berputar dengan cepat. Tiba-tiba seorang anak berhenti dan memandang ke arah jendela kaca rumah Gaga. Itu Danu, teman sekelas Gaga.

"Ga, kamu sendirian? aku temani, ya!" Danu melihat ke dalam.

"Kamu enggak main kincir? anginnya kan besar" tanya Gaga. 

"Tadinya sih, aku mau main. Tapi kasihan kamu sendirian," kata Danu.

"Kincir itu kamu bikin sendiri?" tanya Gaga. 

"Iya,Ga! Kamu mau aku ajari membuatnya?" tanya Danu "Wahhh, boleh! tapi aku nggak punya bahannya," kata Gaga "Aku ambil bahan di rumahku dulu ya, Ga!"

"Wah terima kasih Danu."

Ah, Danu memang sahabat yang baik. Gaga senang memiliki sahabat seperti Danu. Tak lama kemudian, Danu kembali ke rumah Gaga dengan membawa bahan-bahan kincir.

Ada potongan bambu yang lebar, ada yang berbentuk seperti lidi besar, dan ada bambu kecil dengan diameter sekitar 2 cm. Lalu mereka pindah ke beranda samping rumah untuk membuatnya. Baling-balingnya dibuat terlebih dahulu. Potongan bambu yang lebar ditipiskan pada kedua ujungnya. Bagian tengah agak tebal. Setelah diraut sampai halus, bagian tengah dilubangi.

"Sudah jadi baling-balingnya. Tinggal bikin porosnya," kata Danu. 

Mereka membuat poros dari potongan bambu yang berbentuk lidi. Baling-baling yang sudah dilubangi dipasang pada poros tersebut. Setelah itu dimasukkan pada bambu kecil sampai bisa berputar dengan lancar. Terakhir, pada kedua ujung poros bagian dalam, dipasang pengganjal agar kincir tidak lepas.

"Nih, coba pegang!" Danu memberikan kincir itu kepada Gaga. 

Gaga juga mencoba mengacungkan kincir itu tinggi tinggi. Sayangnya, ia tidak berhasil menemukan tiupan angin. Danu memandangnya sedikit prihatin.

"Kamu enggak ingin main kincir di luar, Ga?" tanya Danu. 

"Aku ingin sekali. Tapi..." Gaga menunduk sedih memandang kakinya.

Danu mengerti. Sejak lahir, kaki Gaga memang tidak tumbuh normal. Karena itu, ia harus terus menggunakan kursi roda.

"Engak boleh sama ibumu, ya?" tanya Danu, Gaga mengangguk.

"Bagaimana kalau aku yang mendorong kursi rodamu? Main kincir asyik, lo!" Danu menawarkan diri

Mata Gaga berbinar, "Benarkah?"

"lya! Tapi, besok ya. Sekarang sudah sore. Aku pulang dulu ya!" kata Danu sekalian berpamitan.

Malamnya, Gaga tidak bisa tidur. Semoga besok anginnya besar, bisiknya dalam hati. la meraih spidol dan menuliskan sesuatu pada baling-baling kincir. Sahabat Angin. Gaga tersenyum puas. la tak sabar menunggu besok.

Keesokan harinya Gaga meminta izin pada ibu "Boleh, ya bu?" pinta Gaga memelas.

Ibu memandang Gaga tak yakin, "Bukannya tidak boleh. Ibu hanya takut terjadi apa-apa," Ibu tampak khawatir.

"Sama saya kok, tante! Nanti saya yang mendorong kursi roda Gaga dengan hati-hati," Danu membantu meminta izin.

"Apakah Danu tidak kerepotan?" tanya Ibu Gaga. 

"Tidak, Tante! Saya malah senang bisa bermain bersama Gaga," jawab Danu, Ibu menarik nafas panjang, memandang Gaga dan Danu bergantian. "Baiklah, tapi hati-hati ya," kata ibu akhirnya. 

Gaga bersorak, " Terima kasih Ibu!"

Danu pun segera mendorong kursi roda Gaga ke jalan. Kincir angin yang dibikin kemarin sudah berada di tangan Gaga. Kincir itu diacungkannya tinggi-tinggi.

"Siap Ga?" Tanya Danu "Siaapppp," jawab Gaga. 

Wushhh....! Angin bertiup kencang memutar kincir Gaga. Gaga sangat senang. Sudah lama ia ingin bermain kincir, menjadi sahabat angin, seperti teman-temannya yang memiliki kaki normal.