Tradisi Suku Dayak
1. Tradisi Kuping Panjang
Di Kalimantan Timur, perempuan Dayak memiliki tradisi unik memanjangkan telinga mereka. Keyakinan di balik tradisi ini adalah bahwa telinga yang panjang membuat perempuan terlihat semakin cantik.
Selain untuk aspek kecantikan, memanjangkan telinga juga memiliki nilai simbolis dalam menunjukkan status kebangsawanan dan melatih kesabaran. Proses memanjangkan telinga melibatkan penggunaan logam sebagai pemberat yang ditempatkan di bawah telinga atau digunakan untuk anting-anting. Perempuan Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga dada, sementara laki-laki bisa memanjangkan telinga hingga bawah dagu.
2. Tradisi Tato
Tato atau rajah adalah simbol kekuatan, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan kehidupan bagi suku Dayak. Tradisi tato ini masih dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan Dayak.
Proses pembuatan tato terkenal karena masih menggunakan peralatan sederhana, di mana orang yang akan ditato akan menggigit kain sebagai pereda sakit, dan tubuhnya akan dipahat menggunakan alat tradisional. Setiap gambar tato memiliki makna khusus, misalnya tato bunga terong menandakan kedewasaan bagi laki-laki, sementara perempuan mendapatkan tato Tedak Kassa di kaki untuk menandakan kedewasaan mereka.
Dalam konteks sejarah, dikatakan bahwa suku Dayak Iban menggunakan tato ini selama peperangan untuk membedakan antara teman dan musuh.
3. Tradisi Tiwah
Tiwah adalah upacara pemakaman masyarakat Dayak Ngaju yang melibatkan pembakaran tulang belulang kerabat yang telah meninggal. Tradisi ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan Kaharingan dan dipercaya membantu arwah orang yang meninggal untuk menuju dunia akhirat atau disebut juga dengan nama Lewu Tatau. Selama pelaksanaan Tiwah, keluarga yang ditinggalkan akan menari dan bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah dilakukan secara simbolis, sehingga tidak semua tulang jenazah ikut dibakar dalam upacara Tiwah.
4. Tradisi Ngayau
Tradisi berburu kepala ini, yang pernah ada tetapi sekarang sudah dihentikan, melibatkan pemburuan kepala musuh oleh beberapa rumpun Dayak, seperti Ngaju, Iban, dan Kenyah. Tradisi ini penuh dendam turun-temurun sebab anak akan memburu keluarga pembunuh ayah mereka dan membawa kepala musuh ke rumah. Ngayau juga menjadi syarat agar pemuda Dayak bisa menikahi gadis yang mereka pilih. Pemuda Dayak diwajibkan untuk berpartisipasi dalam tradisi berburu kepala sebagai cara untuk membuktikan kemampuannya dalam memuliakan keluarganya dan meraih gelar Bujang Berani. Larangan terhadap tradisi ini dihasilkan dari musyawarah Tumbang Anoi pada tahun 1874, yang bertujuan menghindari perselisihan di antara suku Dayak.
(FN)