BUDAYA MENENUN SUKU SASAK


 

Kain tenun dan masyarakat Sasak adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Saking melekatnya, kain tenun Sasak sering disebut kain Sasak. Dalam bahasa Sasak, menenun disebut “sesek”, dinamakan sesek karena suara yang dihasilkan saat menenun terdengar seperti “sek sek”.

Kain tenun Sasak tentunya berbeda dengan kain-kain yang lain. Selain proses pembuatannya yang sulit dan membutuhkan waktu lama, motif kainnya juga bermacam-macam. Ragam motif kain dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut masyarakat Sasak, misalnya saat Islam masuk ke Lombok, masyarakat tidak banyak membuat kain bermotif makhluk hidup.

Terdapat dua jenis kain tenun Sasak, yaitu kain tenun ikat dan kain tenun songket. Perbedaannya terletak pada bahan kain, motif dan warnanya. Ada beberapa ragam motif kain tenun Sasak, berikut ini adalah yang paling terkenal adalah :

  1. Motif wayang : Menggambarkan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
  2. Motif subhanale : Memiliki makna kesabaran dan rasa berserah diri pada Tuhan
  3. Motif ragi genep : Melambangkan kesopanan dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
  4. Motif bulan madu/keker/merak : Melambangkan kedamaian serta cinta yang abadi.
  5. Motif tokek : Dipercaya sebagai simbol keberuntungan

Sampai sekarang, pengrajin kain tenun Sasak masih menggunakan peralatan dan bahan baku dari alam. Pembuatan benang pun dilakukan secara manual menggunakan kapas, serat pisang, daun palem, kulit kayu atau bahan lainnya. Sementara untuk membuat pewarna digunakan bahan alami, seperti kunyit (kuning, daun pandan (hijau), lumpur (coklat) dan warna-warna lainnya. Meskipun terbuat dari bahan alami, kualitas kain tenun Sasak sangat bagus dan berkualitas.

Tidak hanya dari segi spiritual, tenun Sasak juga merupakan produk kerajinan asil Sasak yang paling diburu wisatawan saat berkunjung ke Lombok, terutama desa Sade.

(FN)