PELANGI DI LANGIT RAMADHAN

PELANGI
DI LANGIT RAMADHAN
Rintik kecil air hujan
membasahi gersangnya tanah ini. Semilir angin berhembus menggerakkan pepohonan
yang rindang. Hujan pertama di bulan Ramadhan, gumam Raina, sudah lama kota ini
tidak dibasahi hujan, bisiknya dalam hati. Hujan hari ini tidak berlangsung
lama, tak lama kemudian matahari kembali menyinari kota ini, dari ufuk timur
terlihat pelangi yang menghiasi bentangan langit biru.
Raina bersorak gembira,
sudah lama ia tidak melihat pelangi, seketika ia mengambil kamera, mengabadikan
pelangi pertama yang ia lihat di kota perantauan. Pelangi ini mengingatkan
tentang ceritanya di beberapa tahun silam, Raina tersenyum ketika ia kembali
mengingat masa itu, masa dimana ia mulai memutuskan untuk pergi menuju tanah
perantauan.
Untuk pertama kalinya Raina
memantapkan keinginannya untuk memilih sekolah yang jauh dari keluarga dan
kampung halamannya. Saat itu Raina baru menginjak usia 13 tahun, bocah yang
baru saja lulus Madrasah Ibtidaiyah. Awalnya ayah Raina sendiri belum meyakini
bahwa putrinya ingin melanjutkan sekolah di luar kampung halaman, tetapi Raina
berusaha meyakini ayahnya, ibunya pun ikut mendukung akan keinginan Raina.
Kurang lebih selama seminggu
Raina mencari sekolah yang ia inginkan. Ia tidak melirik sekolah umum,
melainkan ia tetap memilih Madrasah sebagai tujuan utamanya. Setelah berfikir
dan memantapkan diri, Raina memilih Pesantren sebagai sekolah lanjutannya. Mendengar
keinginan putrinya, ayah dan ibu Raina setuju saja akan pilihan Raina, namun
mereka masih sempat khawatir akan keadaan Raina ketika berada di sana.
Sudah dua bulan Raina
menjadi santriwati, dalam dua bulan ini Raina berhasil meraih berbagai
prestasi, ia juga menjalankan aktivitasnya dengan suka cita. Raina tampak
sangat bahagia akan keadaannya saat ini, ia bisa menyalurkan dan mengembangkan
hobi-hobinya. Selama ini Raina tidak dapat menyalurkan hobi-nya karena berbagai
kendala, tetapi saat ini Raina memiliki kesempatan untuk mewujudkan
cita-citanya melalui hobi-hobinya.
Selama ini pula Raina tak
pernah meneteskan air mata ataupun mengeluh seperti santri lainnya, ia cukup
menikmati keadaan yang seadanya. Raina juga ingin membuktikan kepada orang
tuanya bahwa ia mampu untuk hidup jauh terpisah dari mereka.
Di tahun pertama ini, Raina
berkesempatan untuk mengikuti berbagai perlombaan pada acara gebyar Ramadhan,
mulai dari cabang lomba Musabaqoh Tilawatil Quran, Musabaqoh Hifzil Quran,
Kaligrafi, Fahmil Quran[1], Syarhil Quran[2], Mading Ramadhan, Nasyid, Qosidah,
serta busana muslim. Kali ini Raina berminat untuk mengikuti perlombaan
Tilawatil Quran. Raina langsung mendaftarkan diri untuk mengikuti perlombaan
tersebut. Sembari menunggu hari perlombaan, setiap hari Raina berlatih tanpa
lelah untuk mempersiapkan dirinya, ia ingin memberikan hasil yang terbaik.
Hari yang dinantikan telah
tiba, Setelah bada sholat tarawih semua santri berkumpul di lapangan untuk
menyaksikan lomba tilawatil quran. Raina mempersiapkan diri dengan sebaik
mungkin, malam ini ia tampak sangat anggun, dengan gamis berbahan katun pink dengan
motif bunga-bunga serta jilbab pink yang ia kenakan, wajahnya telah memancarkan
cahaya, membuat yang melihat terpesona.
Untuk pertama kalinya juga
Raina berpenampilan seperti bidadari. Tidak hanya penampilan, suaranya pun
sangat merdu nan indah ketika ia melantukan ayat suci Al-Quran. Sehingga
membuat semua yang hadir malam itu menangis terharu. Tak terkecuali sang kyai pun
ikut meneteskan air mata.
Malam sebelum kepulangan
para santri. Raina mendapatkan kabar bahagia, ia mendapatkan juara I cabang
lomba tilawatil quran. Raina langsung memeluk teman-temannya dan tak hentinya
ia sujud syukur atas apa yang ia peroleh. Bagi Raina ini adalah Ramadhan yang
sangat indah dalam hidupnya.
Ramadhannya sungguh berwarna
laksana pelangi. Walaupun Ramadhannya tidak bersama keluarga, ia tetap bahagia
bisa menikmati Ramadhan bersama teman seperjuangan pengganti keluarganya. Ramadhan
di tahun ketiga, dua tahun berturut-turut Raina tidak melihat pelangi muncul
selama Ramadhan.
Tahun terakhir ia di
pesantren, pengalaman yang ia peroleh adalah menjadi seorang imam sholat
tarawih secara bergantian, selain itu ia juga merasakan untuk menjadi seorang
bilal sholat tarawih dengan suaranya yang khas nan merdu. Raina merasa Ramadhan
yang telah ia lalui sungguh penuh kenikmatan. Tiada Ramadhan paling indah
melainkan Ramadhan di tanah perantauan.
Sumber :
https://www.rctiplus.com/news/detail/otomotif/3570042/5-contoh-cerpen-tentang-ramadhan-yang-singkat-dan-menarik