HUKUM MEMBUNUH CICAK

Kesunnahan membunuh cicak telah dijelaskan dalam banyak riwayat. Bahkan terdapat pahala yang banyak jika melakukan pukulan beberapa kali terhadapnya. Namun, perlu ditafsirkan lebih
mendalam apakah masih relevan.
Mengutip dari buku Kajian Islam Profesi Peternakan oleh Retno Widyani,
keutamaan dan pahala yang kita dapatkan ketika membunuh cicak adalah
sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW sebagai berikut:
???? ?????? ??????? ??? ??????? ???????? ???????? ????
??????? ???????? ????? ???????????? ????? ?????? ????? ???????????? ?????
??????
Artinya: Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka dia mendapat
kebaikan sekian dan sekian. Barang siapa membunuh cicak dengan dua kali
pukulan, maka dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit
daripada yang pertama. Jika dia membunuh cicak dengan tiga kali pukulan, maka
dia memperoleh kebaikan sekian dan sekian, yang lebih sedikit daripada yang
kedua. (HR Muslim)
Penjelasan mengenai angka kebaikan sebagai ganjaran jika membunuh cicak di atas
terdapat dalam buku Ringkasan Shahih Muslim yang ditulis M. Nashiruddin
al-Albani. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa orang yang membunuh cicak
dengan sekali pukulan akan mendapatkan ganjaran 100 kebaikan. Namun, jika
pukulannya lebih dari satu maka ganjarannya lebih sedikit dari pada itu.
Riwayat tersebut berbunyi,
"Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka dicatat untuknya
100 kebaikan. Jika dua kali pukulan, maka lebih sedikit dari itu. Jika dengan
tiga kali pukulan, maka lebih sedikit dari yang kedua."
Keterangan lengkap mengenai hal di atas telah diterjemahkan Syaikh Al-'Izz bin
Abdus Salam As-Sulmi dalam buku Jawaban Pertanyaan Rumit dalam Islam yang
isinya menyebutkan:
"Yang dimaksudkan dari dibanyakkannya pahala dalam pukulan pertama sewaktu
membunuh cicak adalah anjuran untuk berinisiatif atau bergegas membunuhnya dan
anjuran untuk membunuhnya dalam sekali pukulan. Jika ingin memukulnya beberapa
kali, boleh jadi cicak justru bisa kabur dan usahanya menjadi gagal (karena
kehilangan fokus lantaran asal pukul saja). Wallahu'alam." terang Imam
Nawawi.
Selanjutnya, kita harus memastikan, kata `al-auzagh` dalam hadits tersebut
apakah untuk menunjukkan kata cicak seperti cicak-cicak di rumah kita atau
tidak. Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim-nya menjelaskan bahwa auzagh atau
cicak yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah yang sejenis saamul abrash,
yakni cicak yang dapat mendatangkan penyakit.
Seperti yang ditegaskan lagi oleh An-Nawawi sebagai al-hasyaratul mu`dzi (hewan
yang dapat menyakiti).
"Para ahli bahasa mengatakan bahwa cicak dan tokek belang adalah satu
jenis, sedangkan tokek belang merupakan jenis cicak yang besar. Para ahli
bahasa sepakat bahwa cicak merupakan binatang yang menyakiti. Bentuk jamaknya
adalah auzag dan wazghan. Nabi SAW memerintahkan dan menganjurkan untuk
membunuhnya karena ia merupakan salah satu hewan yang bisa membuat sakit,"
(Lihat Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Sahihi Muslim,
Beirut, Dar Ihya'it Turats, 1392 H, juz 14, halaman 236)
Selain itu, dalam salah satu hadits diriwayatkan cicak pada masa Rasul saat itu
yang dianggap menimbulkan penyakit kusta sebagaimana disebutkan Badruddin
Al-Aini dalam Umdatul Qari:
????? ??? ???? ????? ?????
Artinya, "Cicak tersebut terdapat zat yang dapat menimbulkan penyakit
kusta," (Lihat Badruddin Al-Aini, Umdatul Qari Syarah Sahih Bukhari,
Beirut, Dar Ihya Turats, tanpa tahun, juz XV, halaman 250).
Saat memahami hadis di atas perlu diketahui bahwa pokok pembahasannya adalah
karena cicak dianggap mampu menimbulkan penyakit, bukan semata adanya dendam
atas tindakan cicak kepada Nabi Ibrahim AS. Selain itu, kata 'auzagh' tidak boleh
dipahami sebagai cicak yang ada di rumah karena berbeda maksudnya. Apakah cicak
di dalam rumah kita bisa menimbulkan penyakit? Wallahu a'lam.
(FN)