Jaka Tarub

Pada zaman dahulu, di sebuah desa tinggallah seorang janda bernama Mbok Randa. Ia tinggal seorang diri karena suaminya sudah lama meninggal dunia. Suatu hari, dia mengangkat seorang anak laki-laki menjadi anaknya. Anak angkatnya itu diberi nama Jaka Tarub.

Jaka Tarub pun beranjak tumbuh dewasa. Dia menjadi pemuda yang sangat tampan, gagah, dan baik hati. Dia juga mempunyai kesaktian. Setiap hari, dia selalu membantu ibunya di sawah.

Setiap hari, ibunya menyuruh Jaka Tarub untuk segera menikah. Namun, dia menolak permintaan ibunya. Suatu hari, Mbok Randa jatuh sakit dan menghembuskan napas terakhirnya. Jaka Tarub sangat sedih.

Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan daging rusa. Ketika terbangun, dia langsung pergi ke hutan. Sejak pagi hingga siang hari dia belum menemukan rusa. Jangankan rusa, kancil pun juga tidak ada.

Dalam pencariannya itu, dia melewati telaga dan secara tidak sengaja melihat para bidadari sedang mandi. Ada tujuh bidadari can­­tik sedang bermain-main air, bercanda, dan ber­­suka ria. Jaka Tarub sangat terkejut melihat kecantikan mereka.

Dia lantas mengambil salah satu selendang dari bidadari itu. Setelahnya para bidadari sekesai mandi, mereka pun bersiap-siap untuk kembali ke kayangan. Namun, salah satu bidadari bernama Nawangwulan tidak mene­­mu­kan selendangnya. Keenam kakaknya turut membantu men­­cari, tetapi tak ditemukan juga hingga senja.

Nawangwulan lantas ditinggalkan seorang diri. Dia merasa sangat sedih.

Tidak lama kemudian, Jaka Tarub datang menghampirinya dan berpura-pura menolong sang bidadari itu. Dia mengajak bidadari itu pulang ke rumahnya. Kehadiran Nawangwulan membuat Jaka Tarub kembali bersemangat.

Singkat cerita, mereka akhirnya menikah. Keduanya hidup dengan bahagia dan memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawangwulan mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasan yang akan dilakukannya nanti setelah menjadi istri.

Salah satu rahasia Nawangwulan adalah dia dapat memasak nasi yang banyak hanya dengan menggunakan sebutir beras. Setelah mereka menikah, Jaka Tarub sangat penasaran. Namun, dia tidak bertanya langsung kepada Nawangwulan, melainkan langsung membuka dan melihat panci yang digunakan istrinya itu untuk memasak nasi.

Dia melihat setangkai padi ma­sih tergolek di dalamnya dan segera menutupnya kembali. Akibat rasa penasarannya, Nawangwulan kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, Na­wangwulan harus menumbuk dan me­nanak beras untuk dimasak seperti wa­ni­ta umumnya.

Suatu ketika, Nawangwulan menemukan selendangnya terselip di antara tumpukan padi. Selendang itu ternyata disembunyikan oleh suaminya.

Dia pun merasa sangat marah dan memutuskan untuk kembali ke kayangan. Jaka Tarub pun meminta maaf dan memohon kepada istrinya agar tidak kembali ke kayangan, Namun, tekad Nawangwulan sudah bulat.

Dia sesekali tetap turun ke bumi untuk menyusui anaknya, tetapi dengan syarat Jaka Tarub tidak boleh bersama Nawangsih ketika Nawangwulan menemuinya. Dia ingin Jaka Tarub membiarkannya seorang diri di dekat telaga.

(FuN)