Rawa Pening

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak yang sakti. Kesaktiannya ini membuat seorang menyihir jahat iri. Penyihir jahat menyihir anak itu, sehingga tubuhnya penuh luka dengan bau yang sangat menyengat. Luka-luka baru akan muncul ketika luka lama mulai kering.
Keadaannya itu menyebabkan tidak ada seorang pun yang mau berhubungan dengannya. Jangankan bertegur sapa, berdekatan saja orang tidak mau. Mereka takut tertular.
Suatu hari, anak ini bermimpi ada seorang wanita tua yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Dia pun berkelana mencarinya. Dia selalu ditolak oleh penduduk di setiap kampung yang didatanginya. Mereka merasa jijik dan mengusir anak ini.
Akhirnya, sampailah dia di sebuah kampung yang sebagian besar penduduknya adalah orang-orang yang sombong. Tidak banyak orang yang miskin di desa itu. Orang lain akan diusir atau dibuat tidak nyaman jika tinggal di sana. Hal ini mengusik hati anak kecil ini.
Dia berhasil masuk di kampung itu dalam sebuah pesta. Namun, orang-orang segera mengusirnya dan mencaci-makinya. Dia langsung diseret keluar.
Ketika dirseret, dia berpesan kepada orang-orang itu agar lebih memperhatikan orang lain yang kekurangan. Mendengar kata-kata anak itu, beberapa orang semakin marah, bahkan meludahinya sambil berkata, “Dasar anak setan buruk rupa!”
Anak itu merasa terluka dengan perlakuan orang-orang itu. Dia lalu menancapkan sebuah lidi di tanah dan berkata, “Tak ada satu pun yang bisa mencabut lidi ini dari tanah, hanya aku yang bisa melakukannya!”
Orang-orang meragukan ucapan anak tersebut. Mereka pun mencoba mencabut lidi tersebut. Namun, tak seorang pun dapat melakukannya. Sampai beberapa hari lidi itu tidak dapat dicabut. Suatu hari, anak itu datang dan mencabut lidi itu secara diam-diam.
Namun, ada seorang warga yang melihatnya dan melaporkannya kepada warga yang lain tanpa sepengetahuannya. Mengalirlah mata air dari tempat lidi itu dicabut. Semakin lama, air itu semakin deras. Air menenggelamkan daerah tersebut, sehingga menjadi sebuah telaga yang kini bernama Telaga Rawa Pening.
Tidak ada yang selamat dari musibah itu, kecuali seorang wanita tua yang berbaik hati memberinya tempat tinggal dan merawatnya. Secara ajaib, penyakit kulit anak itu sembuh.
Namun, penyihir jahat yang telah menyihir anak itu tidak terima melihat kesembuhannya. Dia lantas kembali menyihir anak itu menjadi seekor ular besar yang memakai kalung genta di lehernya.
Konon, ular ini sering keluar dari sarangnya pada tengah malam. Setiap kali bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi klentang-klenting. Bunyi inilah yang membuatnya dinamakan dengan Baru Klinting. Kemunculan ular itu diyakini masyarakat sebagai tanda keberuntungan bagi nelayan yang belum mendapatkan ikan.
Kini, Telaga Rawa Pening menjadi objek wisata yang sangat populer di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
(FuN)