Batu Menangis

Di sebuah desa di daerah pedalaman Kalimantan, hiduplah seorang gadis cantik bersama ibunya yang sudah tua. Mereka hidup serba kekurangan. Akan tetapi gadis itu justru manja dan ingin tampil serba mewah tanpa mau bekerja keras sedikit pun.
Ia malas membantu ibunya. Pekerjaannya setiap hari hanya bersolek di depan cermin untuk mengagumi kecantikannya. Bahkan gadis itu berani memerintah orang tuanya. Bila kemauannya tidak dituruti ia lekas sekali marah.
Terpaksa ibunya banting tulang memenuhi segala keinginannya.
Suatu hari ia diajak ibunya berbelanja ke pasar. Letak pasar cukup jauh. Gadis itu segera berdandan secantik mungkin dan mengenakan pakaiannya yang terindah.
Sebaliknya, ibunya memakai baju lusuh. Lalu berjalanlah keduanya. Tapi gadis itu merasa malu beriringan dengan ibunya. Ia selalu berjalan di depan, sementara ibunya yang membawa keranjang sengaja ia suruh mengikutinya di belakang.
Tidak seorang pun menyangka bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak. Setiap orang yang berpapasan, terkagum-kagum memandang kecantikan gadis itu. Sebaliknya mereka dibuat bertanya-tanya, siapakah wanita kurus di belakangnya itu?
Di tengah jalan banyak pemuda yang berusaha berkenalan dengan gadis itu.
“Hai gadis cantik, dari mana asalmu? Boleh kita kenalan?” demikian kata mereka.
Gadis itu amat senang dikagumi banyak pemuda. Ia semakin bangga dan sadar bahwa dirinya memang benar-benar cantik. Tapi ketika mereka menanyakan siapa wanita tua kurus yang berjalan di belakangnya itu, ia menjawab ketus “Oh, dia pembantuku!”
Pada mulanya ibunya dapat menahan diri mendengar jawaban putrinya. Ia berharap anaknya hanya berolok-olok. Lalu tibalah mereka di pasar.
Orang-orang semakin banyak yang memandang ke arahnya mengagumi kecantikannya. Sebaliknya ibunya sibuk mengisi keranjang dengan berbagai barang belanjaan.
Tapi gadis itu sama sekali tak mau membantu ibunya. Bahkan ia justru memperlakukan ibunya itu benar-benar seperti pembantu. Ketika ada orang menegurnya, mengapa ia tak mau membantu membawakan belanjaan ibunya, ia menjawab “Oh dia bukan ibuku. Dia budakku. Sudah selayaknya ia bekerja keras!” mendengar jawaban anaknya itu, betapa sakit hati sang ibu.
Demikian pula ketika pulang, gadis itu malah berleha-leha. Sedangkan ibunya susah payah membawa barang belanjaan di belakangnya.
Setiap kali ada orang bertanya, siapa wanita tua itu, ia selalu menjawab “Dia budakku!” sakit hati ibunya kini tak tertahankan lagi.
Ia berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anaknya yang durhaka itu. Seketika petir menyambar di langit disusul turun hujan lebat.
Gadis itu terperanjat dan tiba-tiba berubah menjadi batu. Mula-mula kakinya lalu merambat ke perutnya, kemudian ke dadanya. Ia berteriak-teriak minta tolong sambil menangis. “Ampun Ibu, ampuni saya Ibuu!!!” tapi terlambat.
Akhirnya seluruh tubuhnya berubah jadi batu dengan tetesan air mata di pipinya.
(FuN)