Nasib Hutan Kita Semakin Suram
Jika tidak ada tindakan segera dari pemerintah dalam kurun waktu sepuluh tahun
mendatang, hutan Sumatra akan mengalami kepunahan dan hilangnya hutan Sumatra
dapat menjadi awal dari kepunahan hutan Kalimantan.
Manajemen
hutan saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Sebaliknya, situasinya justru semakin memburuk.
Kebakaran hutan masih terus terjadi dan tingkat deforestasi semakin meningkat.
Ini diperparah oleh rencana membuka hutan lindung untuk keperluan pertambangan.
Semua faktor ini menggambarkan masa depan hutan yang suram.
Penurunan kualitas sektor kehutanan berakar dari sistem manajemen yang
didominasi oleh pemerintah pusat, dengan sedikit perhatian pada partisipasi
masyarakat lokal.
Konflik-konflik seperti konflik antar masyarakat lokal, konflik antara
masyarakat lokal dan perusahaan, atau bahkan konflik antara masyarakat lokal
dan pemerintah, semakin memperparah keadaan hutan di Indonesia.
Ketidaktaatan terhadap hukum juga berperan dalam memperburuk kerusakan hutan.
Kerusakan hutan telah mencapai sekitar dua juta hektar setiap tahunnya, yang
berarti Indonesia kehilangan hutan sekitar tiga hektar setiap menitnya, setara
dengan enam lapangan sepak bola.
Namun, ironisnya, sejumlah faktor justru mempercepat kerusakan hutan di
Indonesia hampir dua kali lipat. Faktor-faktor ini termasuk tekanan ekonomi
yang diakibatkan oleh krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya
pembalakan liar.
Kondisi hutan Indonesia sebelumnya sudah sangat memprihatinkan. Selama lima
puluh tahun terakhir, luas hutan alam di Indonesia menyusut hingga 64 juta
hektar.
Pembukaan lahan di dataran rendah Sulawesi, sebagai contoh, telah merusak
keanekaragaman hayati dengan menghilangkan berjuta-juta spesies flora dan fauna.
Cara membakar hutan dalam proses perubahan lahan juga memperparah masalah
kerusakan hutan, dan fenomena El Nino juga ikut memperburuk situasi ini.
Selama bulan Januari hingga Oktober, 45% dari total titik kebakaran terjadi di
Provinsi Riau. Pada bulan Oktober, terjadi peningkatan signifikan jumlah titik
kebakaran di Provinsi Riau, Sumatra Barat, dan Jambi.
Di Pulau Sumatra, titik kebakaran terbanyak terjadi di hutan rawa gambut (49%),
diikuti oleh alang-alang (13%), hutan dataran rendah (10%), permukiman atau
lahan pertanian masyarakat (10%), perkebunan (8%), dan sisanya adalah lahan
rawa non-gambut.
Kebakaran hutan ini telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Pada tahun
1997 saja, kerugian tersebut diperkirakan mencapai $3 hingga $4,4 miliar atau
setara dengan Rp2 hingga 4 triliun.
Namun, masalah belum berakhir di sini. Pemerintah seakan menambahkan luka
dengan merencanakan pembukaan kawasan hutan lindung untuk pertambangan.
Kebijakan ini semakin memperdalam penderitaan hutan Indonesia.
(FuN)