Tim Bubadipa

Cerpen Karangan: 
Kategori: Cerpen Islami (Religi)Cerpen RamadhanCerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 3 July 2022

Tidak terasa bulan yang paling ditunggu umat Islam segera datang. Aku dan teman-temanku akan mengadakan sebuah acara kebaikan guna menyambut bulan suci Ramadhan. Namaku Saira, seorang mahasiswi. Aku, Mai, Beril dan Izah mereka mahasiswi sepertiku juga, membuat sebuah rencana untuk melakukan misi tersebut. Acara yang akan kami buat hanyalah sekedar keinginan kami, bukan karena hal apapun. Kami melakukannya hampir setiap tahun. Bisa dikatakan ini adalah acara rutin kami untuk mengisi kekosongan jadwal dan menambah pahala kebaikan. Biasanya kami pergi ke perumahan warga membagikan takjil di hari pertama puasa, membersihkan lingkungan sekitar kontrakan, jalan-jalan islami seperti muslim traveler dan memberikan sedekah dari hasil jualan yang kami kerjakan ke masjid terdekat. Namun, tahun ini kami ingin membuat rencana baru.

Aku dan teman-temanku sedang berkumpul di taman kampus untuk membicarakan rencana kami. Rencana yang akan kami lakukan yaitu mengadakan misi alaman yaumi di antara kami berempat. Sebelum itu, kami memulai diskusi dengan bermaaf-memaafan sesama kami. Kami mengadakan misi kebaikan setiap tahun. Kami berempat adalah sebuah geng persahabatan sejak SMA. Kami sulit berpisah satu sama lain. Kami kuliah di universitas yang sama namun jurusan yang berbeda. Hal terpenting dalam hubungan kami adalah, kami berada berdekatan sehingga memudahkan kami untuk bertemu.

“Baiklah. Kita akan membuat daftar kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain sebanyak mungkin selama bulan ramadan. Tujuannya agar kita mendapatkan pahala dari Allah SWT. Apa kalian setuju?” kataku menjelaskan rencana. Setiap kami dapat memberikan idenya bergilir, dan tahun ini adalah giliranku. Intinya kami membuat daftar kegiatan bersama-sama lalu melaksanakannya.

“Bisa dijelaskan lebih rinci, Sai?” ucap Mai ingin tahu.
“Jadi, kita akan membuat daftar amalan yaumi, kalian tau kan, amalan ibadah kita sehari-hari, baik wajib maupun sunah. Nah, daftar itu berisi kegiatan atau agenda ibadah kita ataupun kegiatan non ibadah. Lalu jika kita telah melakukan suatu kegiatan maka selanjutnya centang kegiatan tersebut. Misalnya kamu Beril, menyelesaikan sholat lima waktu di hari pertama ramadan, kamu tandai kegiatan yang telah kamu lakukan itu.” Kataku menjelaskan dengan sedikit sulit karena menurutku lebih mudah jika langsung dipraktikan.
“Ide kamu bagus sekali Saira! Aku menyukainya.” Mai menyeru. Mai sangat pandai membuat orang lain merasa nyaman. Sikapnya paling dewasa dan keibuan.

“Tapi Sai, bukankah kita bisa menulis amalan itu sendiri?” ucap Beril meluruskan. Beril adalah yang paling kritis dan cerdas di antara kami.
“Kamu benar. Tetapi kita melakukan ini bersama-sama supaya dorongan melakukannya lebih kuat karena ada sedikit persaingan dalam daftar amalan yang kita sepakati nanti.” Ucapku menjawab Beril.
“Aku setuju saja.” Ucap Izah. Dia sangat pendiam dari yang lain, dan hanya berbicara seperlunya, tetapi dia yang paling peka dari yang lain.
“Baiklah aku juga setuju.” Beril mengacungkan jempolnya.
“Mai?” aku menoleh pada Mai.
“Tentu saja aku setuju, Sai.” Mai tersenyum lebar.

“Oke kalau begitu, aku akan kasih nama tim kita ini Tim Bubadipa.” Kataku bersemangat dan heboh. Semuanya heran dengan nama tim yang kuberikan.
“Aneh sekali, Sai. Hahaha!” Mai tertawa.
“Apa artinya itu?” Beril bertanya.
“Coba tebak, hehehe,” jawabku terkekeh.
“Aku tahu tapi malas memberi tahu.” Izah berkata.
“Memang apa?” kataku.
Izah hanya menggelengkan kepalanya.

“Ayolah Izah. Kasih tahu aku, apa tebakan kamu benar atau tidak. Kamu membuatkaku ingin tahu. Cerdik sekali.” Aku sedikit gemas dengan sikap Izah yang membuatku terjebak omongannya.
“Sudah kubilang aku malas memberitahunya,” jawab Izah yang menguji kesabaranku. Aku menatapnya tajam, dia terlihat menahan tawa.
“Kalian sudahlah, tapi Saira kamu harus memberitahu kami apa arti nama budipati tadi.”
“Bukan Budipati Mai, tapi Budapita.” Ucap Beril.
“Salah. Itu Bobapadi.” Izah memelesetkannya lebih parah.
Aku malah terprovokasi mendengar mereka seperti mengolok nama pemberianku. Aku menulis nama itu di kertas besar-besar lalu menunjukkannya pada mereka.
“BUBADIPA”
“This ini the name! Can’t you see it?” Aku menunjukkan nama itu ke wajah mereka dekat-dekat. Jujur saja aku terinspirasi dari serial kartun yang kutonton saat membuat nama itu. Sudah benar kunamai muslim explorer, tapi kami sudah melakukan perjalanan tahun lalu dalam ide kegiatan dari Beril. Jika bisa diulang lagi, aku lebih memilih ide melakukan perjalanan lagi menjadi musafir.

“Hahaha ternyata Saira lucu sekali kalau marah.” Kata Mai.
“Iya, hahaha. Biasanya kamu yang sering mengerjai kami.” Ucap Beril senang.
“Diamlah, ayo kita lanjutkan menyelesaikan rencana ini, aku ingin pulang.” Kataku.

Karena ramadan tiba tiga hari lagi, masing-masing dari kami memberikan sepuluh ide amalan/kegiatan yang akan dikerjakan untuk dimasukkan ke dalam daftar. Setelah itu kami menentukan mana yang akan disepakati setiap harinya.

Daftar Amalan Ramadan Bubadipa
Day 1
1. Sholat 5 waktu + zikir pagi petang + salat sunah
2. Baca quran 1 juz + hafalan 10 ayat
3. Belajar pengetahuan agama di buku/ video ceramah ustaz 1-2 jam
4. Belajar pengetahuan umum, menulis, membaca atau menghapal. 1-2 jam
5. Memasak
6. Jalan-jalan/refreshing
7. Olahraga
9. Bersedekah
10. Salat tarawah dan witir serta tahajjud.

Kira-kira begitulah daftar yang akan kami buat. Setiap harinya akan ada perubahan untuk kegiatan yang tidak wajib, jadi tidak akan monoton. Aku berharap, kami semua bisa istiqomah atau berkomitmen dalam menjalankan kegiatan ini. Karena ini semua demi kebaikan kami masing-masing dalam membenahi pribadi dan mengambil hikmah-hikmah ramadan. Selain itu, kami semua sepakat ramadan kali ini akan menetap di kontrakan, dan pulang sehari setelah hari raya.

Setelah selesai membuat daftar kegiatan ramadan, kami pulang ke kontrakan. Kami menyewa satu rumah kontrakan yang pas untuk kami berempat. Kontrakannya tidak besar namun kami sangat nyaman tinggal di sana. Aku sekamar dengan Izah dan Mai dengan Beril.

Pada hari pertama puasa, kami melakukan daftar amalan dan kegiatan dengan baik. Tidak ada amalan yang dalam daftar yang tertinggal. Berbuka hari pertama sangat nikmat dan menyenangkan. Minggu pertama terselesaikan tanpa kendala dan lancar. Acara yang berkesan yaitu membagikan perbukaan yaitu es buah ke pengguna jalan yang lewat di depan jalan kontrakan.

Pada Minggu kedua, kami masih aman dan terorganisir. Jika ada dari kami yang terlupa, kami saling mengingatkan satu sama lain. Aku benar-benar bersyukur memiliki teman dan sahabat yang positif seperti mereka. Minggu ini kegiatan yang berkesan adalah memasak bersama. Kami membuat sop daging dan aneka gorengan. Kegiatannya sangat menyenangkan. Tidak lupa kami membaginya pada tetangga karena sop yang dibuat cukup banyak.

Begitupun dalam minggu ketiga aku mengerjakan kegiatan yang ada. Pada minggu ini, kami ada kegiatan membuat kerajinan tangan. Aku memilih membuat pas foto untuk mereka bertiga. Mai membuat sapu tangan rajut untuk kami. Beril memberi vas bunga kecil lengkap dengan bunga buatannya. Lalu Izah membuat gantungan kunci. Kami saling berbagi hasil karya kami.

Pada Minggu terakhir sedikit berat bagi kami, karena terjadi sedikit pertengkaran. Aku memiliki kegiatan jurusan di kampus dan harus pergi rapat. Aku melihat orang yang ku kenal bernama Bima. Dia adalah anak daerah tempat tinggal kami. Rumahnya di belakang masjid. Aku tidak sengaja melihatnya sedang mer*kok di belakang gedung fakultasku. Dia bersama teman-temannya siang itu. Aku hanya melihatnya dari jauh dari tempatku parkir. Hari itu aku tidak bisa pulang sebelum maghrib karena ternyata urusanku cukup banyak. Aku juga sudah menghubungi teman-teman di rumah bahwa aku pulang terlambat.

Pada hari itu, juga bertepatan dengan hari kami mengumpulkan uang untuk seseorang yang paling membutuhkan. Kami sudah mengumpulkan uangnya namun belum menentukan orang yang akan diberikan. Uang itu kami kumpulkan dari usaha kerajinan yang kami jual di bazar kampus minggu lalu. Sesampainya di rumah, mereka bertiga berkata padaku jika mereka memberikan uang itu kepada Bima. Aku pun terkejut.

“Kenapa kalian berikan kepada dia?” tanyaku dengan nada yang sabar.
“Dia kenal seseorang yang sangat membutuhkan, dia bilang temannya sakit dan uangnya habis untuk biaya berobat, lalu sekarang teman dia butuh biaya untuk pulang ke kampungnya.” Ucap Mai.
“Apa?” kataku tidak percaya.
“Memang kenapa Sai? Kami sudah liat foto bukti temannya sakit dan uangnya juga sudah ditransfer.” Beril bertanya ingin tahu.
“Astagfirullah kalian semua sudah dibohongi!” Ucapku masih tidak percaya.
“Dibohongi bagaimana Sai?” Ucap Mai heran.
“Ada apa ini?” Izah baru muncul di antara kami bertiga.
“Yasudah. Jelaskan biar kami tahu alasannya.” Ucap Beril.

Aku menceritakan yang kulihat kepada mereka, dan menyampaikan asumsiku jika uang itu tidak diberikan kepada teman Bima yang sakit melainkan dipakai untuk hal lain yang tidak terlalu penting.
“Saira, kamu jangan berprasangka buruk dulu.” Ucap Mai menanggapi.
“Iya bisa jadi dia sudah diberikan ke temannya, karena kami mengirim uang itu sejak pagi jam 10. Sedangkan kamu bertemu Bima di siang hari.” Ucap Beril menangguhkan pernyataan Mai.
Mereka benar. Aku terlalu berburuk sangka pada Bima. Satu kesalahan bukan berarti menutupi semua kebenaran yang ada. Aku juga sempat berpikir egois karena ingin memberikan uang itu kepada anak yang menawari aku dagangannya di lampu merah beberapa hari yang lalu. Aku merasa kasihan, tetapi aku tidak melihat latar belakang seseorang terlebih dahulu. Kelemahanku terlalu cepat terbawa suasana dan terlalu melibatkan perasaan. Astagfirullah.

“Tapi jika begitu ceritanya, menurutku kita harus benar-benar membuktikan kebenarannya. Bagaimana kalau besok kita temui Bima dan bertanya tentang temannya?” Ucap Izah.
“Tidak apa-apa Izah. Kita tidak perlu melakukan itu.” Ucapku.
“Tapi Sai..”
“Sudahlah, kita harus bersiap-siap pergi tarawih.”
Aku mengakhiri pembicaraan dan berlalu dari mereka. Aku merasakan mereka tidak enak padaku.

Pada malam harinya, kami berempat melakukan kegiatan seperti biasa. Sepulang salat tarawih kami membaca Al quran dan setoran hafalan ayat.
“Eh teman-teman ayo besok kita buka bersama!” Ucap Mai.
“Hah? Bukannya setiap hari kita buka bersama, Mai?” Ucap Beril.
“Maksudnya buka bersama di luar. Besok itu empat hari sebelum hari raya.”
“Benar juga, angka 4 adalah angka spesial bagi kami.” Batinku berkata tapi aku masih canggung untuk bicara saat itu.
“Ayo kita ke Plant Quartet.” Izah tiba-tiba memutuskan tempat bukber.
“Ya. Aku akan booking tempatnya sekarang.” Beril langsung beraksi.
Itu adalah tempat makan favoritku dari semua yang pernah kami kunjungi, tempatnya nyaman, hijau, dan sederhana. Mereka berusaha menghiburku.
“Setuju.” Kataku dengan semangat dan berusaha tidak terlihat dibuat-buat. Aku harus membuat kesan senang pada mereka.

Esok hari pun tiba. Kami pergi ke Plant Quartet Resto. Jam 5 sore kami on the way. Setibanya kami berbincang-bincang lalu beswafoto lalu mengunggahnya ke akun instagaram kami berempat yang hanya kami berempat yang tau. Akhirnya aku berhasil didesak mereka untuk mengatakan apa arti nama Bubadipa.

“Buka Bersama Di Plant Quartet?” ucap Izah.
“Nope. Buat Baik DiBalas Pahala.”
Semuanya kagum dan bertepuk tangan.

Sumber: https://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi/tim-bubadipa.html