Pasca Tsunami Aceh 2004

Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu
hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%)
perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton).
Selain itu, 38 unit TPI rusak
berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat.
Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp
944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak
langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan
tambak.
Kerusakan
tambak budi daya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah
dampak tsunaminya (misalnya di Kabupaten Aceh
Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah
diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar,
sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling
besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budi
daya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan
prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak
menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
Diperkirakan
produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan
diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan
tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena
banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar
perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang
mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi
pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
(FN)