Budaya Positif, Konsep dan Implementasinya di SMPN 11 Kota Bima

BUDAYA POSITIF, KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA DI SMPN 11 KOTA BIMA

OLEH : BAHARUDIN

 

Sebagai salah satu dari rangkaian paket modul 1 dalam program guru penggerak, modul 1.4 Budaya positif adalah modul yang sangat lengkap sekaligus merangkum dari keseluruhan modul sebelumnya yang diantaranya adalah Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak serta Visi Guru Penggerak.

Keterkaitan antara seluruh modul dalam paket modul 1 ini adalah sebagai berikut, pada modul Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional KHD terdapat materi pokok yang melandasi seluruh dari pemikiran di dalam modul-modul dan pembelajaran selanjutnya. Ini adalah modul pembuka yang sekaligus merupakan pondasi dalam mempelajari modul berikutnya. Lalu pada modul 2 kita jumpai seperti apa nilai dan peran yang akan dijalani oleh para guru penggerak baik di saat mereka sedang menjalankan program maupun pasca kelulusan sebagai guru penggerak. Pada modul ini juga diperkenalkan tagar tergerak, bergerak dan menggerakkan, yang mana hal ini merupakan prinsip dasar dari transformasi pendidikan yang sedang diupayakan melalui program guru penggerak. Melalui tagar ini pula yang kemudian menasbihkan bahwa guru ketika akan menjalankan nilai dan perannya sebagai guru penggerak nantinya perlu melakukan upaya tergerak lebih dahulu, kemudian bergerak, baru akhirnya mampu menggerakkan orang lain. Kemudian konektivitas dengan modul visi guru penggerak adalah bahwa setiap guru penggerak merupakan pemimpin dalam pembelajaran, serta dipersiapkan untuk menjadi pemimpin manajemen perubahan. Oleh karena itu, guru penggerak dibekali tentang materi pembuatan visi dan prakarsa perubahan yang diperoleh melalui tahapan BAGJA atau inquiri apresiatif.

Lalu bagaimana dengan modul budaya positif itu sendiri? Seperti apa pembahasan di dalam modul ini sehingga menjadikannya modul pamungkas pada paket modul 1?. Baiklah kita akan memaparkan seperti apa modul ini.

Budaya positif memuat setidaknya 6 buah konsep yang saling memiliki keterhubungan satu dengan lainnya. Modul ini berisi konsep diantaranya adalah : 1) Disiplin positif dan nilai kebajikan universal, 2) Motivasi, hukuman dan restitusi, 3) Keyakinan kelas, 4) Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia berkualitas, 5) lima posisi kontrol, dan 6) segitiga restitusi. Keenam konsep ini akan dipaparkan secara berurutan berikut ini.

Mendengar kata “disiplin”, apa yang ada di benak bapak/ibu? Tentu jawaban bapak/ibu pasti beragam, namun setidaknya akan terdengar jawaban seperti, tata tertib, kepatuhan, tanggung jawab tepat waktu, tidak melanggar aturan, dan seterusnya. Pada dasarnya semua definisi itu dapat disematkan pada istilah “disiplin” tadi. Kita bisa melihat dari modul ini bahwa disiplin adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Namun seringkali untuk memaksakan kepatuhan tersebut, seseorang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi akan menerapkan  reward and punishment bagi orang-orang yang dikenai aturan tersebut. Seseorang yang patuh atau disiplin dari sebuah peraturan cenderung mendapatkan reward dalam bentuk pujian, sebaliknya jika setiap orang yang melanggar aturan dari tata tertib yang sudah ditentukan akan diberikan hukuman untuk setiap pelanggaran. Lalu pertanyaan apakah konsep reward and punishment ini cocok diterapkan di sekolah? Apakah dengan pemberian hukuman tertentu kepada siswa pelanggar akan menjamin bahwa dia tidak akan melakukannya lagi, atau apakah hukuman akan memberikan efek jera bagi pelaku dan efek domino bagi orang lain? Jawabannya adalah belum tentu.

Dari sebuah literatur disebutkan bahwa pemberian hukuman tersebut, efeknya bersifat sementara. Dia akan berlaku jika pemberi hukuman berada di sekitarnya, namun jika dia tidak ada, maka kecenderungan melanggar tetap ada. Artinya, seorang guru yang terus menerus memberikan hukuman kepada siswanya, hanya akan membuat siswa patuh untuk sementara waktu, atau di saat guru tersebut ada. Namun ketika guru tersebut tidak ada, maka siswa tidak lagi menjadi patuh dan melanggar disiplin.

Lalu bagaimana sebaiknya yang dilakukan, dalam hal ini kita mengenal konsep yang ketiga dari budaya positif yaitu “keyakinan/ kesepakatan kelas”. Apa itu keyakinan/ kesepakatan kelas? Ini adalah sebuah bentuk pernyataan dari siswa mengenai nilai-nilai yang mereka anggap benar dan mereka siap untuk menjalaninya. Ini seperti tata tertib yang pernah ada di kelas namun juga tidak bisa dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini, sebuah keyakinan atau kesepakatan adalah berasal dari siswa sendiri. Mereka memilih sendiri aturan yang mereka inginkan dan menyepakatinya untuk dilaksanakan, serta menyetujui konsekuensinya jika diperlukan. Banyak nilai-nilai kebajikan yang dapat disepakati oleh siswa, diantaranya adalah nilai kejujuran, kepatuhan, tanggungjawab, kebersihan, kesehatan, gotong royong dan lain sebagainya. Namun demikian terdapat satu kebajikan yang menjadi landasan bagi setiap kelas atau sekolah yang sesuai dengan kearifan dan karakteristik bangsa Indonesia, yang itu semua termuat dalam “Profil Pelajar Pancasila”. Terdapat 6 karakter yang perlu dikembangkan sesuai dengan isi dari Profil Pelajar Pancasila tersebut, yaitu: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, 2) berkebhinekaan global, 3) gotong royong, 4) mandiri, 5) bernalar kritis, 6) kreatif. Nilai-nilai ini adalah nilai dasar yang sesuai dengan jiwa nasionalisme dan karekter budaya bangsa.

Kemudian selanjutnya kita memasuki konsep yang keempat yaitu kebutuhan dasar manusia, yang mana dalam hal ini kita diperkenalkan dengan 5 kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari: 1) kebutuhan fisik, kesenangan, kebebasan, kekuasaan, serta cinta dan kasih sayang. Setiap perilaku melanggar yang dilakukan oleh setiap siswa selalu dilandasi untuk memenuhi salah satu atau kombinasi dari kebutuhan tersebut. Sebagai contoh misalnya, seorang siswa yang sering merampas makanan temannya, bisa jadi dia sedang berusaha untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Atau dalam contoh lain, seorang siswa yang seringkali memalak uang temannya, bisa jadi dia sedang memenuhi kebutuhannya akan “kekuasaan”. Sebagai seorang guru kita perlu mengamati dan mengetahui apa yang melandasi setiap anak melakukan hal melanggar tersebut, apa kebutuhannya yang perlu dipenuhi sehingga dia melakukan segala cara untuk memenuhinya, yang mana kebanyakan cara tersebut hanya benar menurut dirinya sendiri namun salah di mata orang lain. Dengan mengetahui apa kebutuhan yang hendak dipenuhinya, seorang guru dapat menemukan solusi dan treatment yang tepat untuk menangani masalah tersebut. Hal inilah yang kemudian membawa kita perlu memahami 2 konsep terakhir dari budaya positif yaitu lima posisi kontrol dan segitiga restitusi.

Melalui konsep 5 posisi kontrol kita sebagai guru tentu saja pernah berada pada salah satu posis tersebut yaitu, penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Dari semua posisi kontrol tersebut, hal terbaik yang perlu guru posisikan ketika menghadapi siswa yang melanggar disiplin adalah posisi manajer, yang mana melalui posisi ini seorang guru menempatkan dirinya sebagai orang yang membantu siswa memperkuat jatidirinya, siswa mampu menemukan apa kesalahannya dan yang paling penting adalah menemukan solusi yang tepat untuk memperbaiki kesalahannya tersebut.

Melalui posisi manajer pula lah kemudian seorang guru menerapkan segitiga restitusi dalam menyelesaikan permasalahan siswa. Dalam segitiga restitusi ini, guru melalui tiga tahapan penting yaitu memvalidasi tindakan siswa yang diantaranya adalah menanyakan alasan siswa melakukan tindakan tersebut, serta menanyakan apakah tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhannya. Lalu pada tahapan berikutnya adalah menstabilkan identitas siswa, yang mana seorang guru memberikan keyakinan kepada siswa bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, dalam hal ini guru mencoba membangkitkan moral siswa agar dia tidak merasa terpojokkan. Kemudian pada tahapan ketiga adalah menanyakan keyakinan kepada siswa. Hal ini bertujuan agar siswa mengingat kembali keyakinan yang dia percayai serta membawa siswa kepada suasana batin bahwa dia telah melanggar keyakinannya sendiri. Melalui segitiga restitusi ini, siswa dibawa ke dalam posisi identitas sukses dan membantu siswa menemukan kembali kepercayaan dirinya, serta berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan pelanggaran berikutnya.

Sebagai salah satu guru yang mengajar di SMPN 11 Kota Bima, saya juga mempraktekkan percakapan segitiga restitusi tersebut melalui sebuah skenario sebuah kasus. Berikut adalah isi percakapan segitiga restitusinya (nama disamarkan) :

Dialog

Pak Guru                :    Nak, kamu tahu kenapa pak guru panggil kesini?

Siswa                     :    Tidak tahu pak.

Pak Guru                :    Pak guru dengar, kemarin kamu berkelahi dengan R. Kenapa?

Siswa                     :    Dia mengejek saya pak guru, dia bilang kalau saya “si kurus kerempeng”.

 

Menstabilkan Identitas :

Pak Guru                :    Oh begitu, pak guru menilai bahwa wajar kalau kamu merasa marah karena sudah diejek seperti itu. Semua orang pasti melakukannya.

Siswa                     :    Iya pak guru.

 

Validasi Tindakan yang salah :

Pak Guru                :    Tapi tentu kamu punya alasan mengapa kamu sampai berkelahi dengan R!

Siswa                     :    Iya pak guru, ini bukan yang pertama kalinya, dia sudah sering melakukannya kepada saya.

Pak Guru                :    Ooh begitu, tapi menurut kamu apakah tidak ada cara lain selain berkelahi?

Siswa                     :    Ada pak, saya akan ngomong langsung kepadanya.

Pak Guru                :    Nah, begitu kan bagus. Itu yang sebaiknya kamu lakukan. Ajak dia ngobrol dan bilang bahwa kamu tidak suka diejek.

Siswa                     :    Baik pak Guru.

 

Menanyakan Keyakinan :

Pak Guru                :    Menurut kamu, berkelahi itu tindakan yang sudah benar apa salah/tidak?

Siswa                     :    Salah pak guru.

Pak Guru                :    Salah kan? Kenapa menurut kamu itu salah?

Siswa                     :    Karena tidak sesuai dengan keyakinan kelas pak. Bahwa kita tidak akan melakukan kekerasan di dalam menyelesaikan persoalan.

Pak Guru                :    Nah sekarang kamu sudah mengerti kan, tidak boleh menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Nah sekarang apa yang akan kamu lakukan dengan R?

Siswa                     :    Saya akan meminta maaf kepadanya pak, lalu saya juga akan bilang ke dia bahwa saya juga tidak suka diejek!

Pak Guru                :    Bagus nak, sekarang kamu sudah bisa memahami apa yang sebaiknya dilakukan.

Siswa                     :    Benar pak guru.

Pak Guru                :    Nanti pak guru akan memanggil R, dan kalian akan melakukan seperti apa yang sudah kita sepakati hari ini.

Siswa                     :    Baik Pak!

Pak Guru                :    Baik, sekarang kita keluar ya.

 

Itu adalah isi dari percakapan segitiga restitusi yang sudah pernah dipraktekkan bersama siswa. Kemudian hal lainnya yang pernah diimplementasikan di SMPN 11 Kota Bima adalah pembuatan keyakinan/kesepakatan kelas. Contoh nyata dari hasil pembuatan keyakinan/ kesepakatan kelas tersebut adalah adanya poster di setiap kelas yang menunjukkan kesepakatan tersebut. Berikut adalah beberapa contoh foto poster di kelas-kelas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 


Itulah yang dapat kami paparkan mengenai modul budaya positif, yang terdiri dari konsep-konsep yang termuat dalam budaya positif, keterkaitannya dengan modul sebelumnya serta impelementasi dari modul budaya positif di kelas yang berupa segitiga restitusi dan pembuatan keyakinan kelas.

Demikian, semoga bermanfaat.